Bandar Lampung, (dinamik.id) —
Komunitas Berkat Yakin (Kober) kembali menggelar pertunjukan teater yang menarik perhatian, kali ini mengadaptasi karya klasik William Shakespeare, King Lear, dalam bentuk monolog. Pertunjukan yang digelar di Gedung Teater Tertutup (GTT) Taman Budaya Lampung pada Kamis (12/12/2024) ini bukan sekadar tontonan seni pertunjukan, namun juga menjadi kritik tajam terhadap kondisi demokrasi dan politik saat ini yang dinilai tidak sehat.
Pemeran utama dalam pertunjukan tersebut, Alexander Gb, mengungkapkan bahwa pertunjukan kali ini menceritakan seorang raja yang, dengan cara-cara licik, berusaha menjadi pahlawan demokrasi. Namun, ambisinya justru memicu konflik dengan keluarganya yang berujung pada pengasingan.
Dalam pengasingan, Lear akhirnya menyadari kesalahan besar yang telah ia perbuat dan mulai melihat realitas masyarakat yang penuh dengan penderitaan dan ketidakadilan.
“Di pengasingan, Lear menyadari dirinya dan melihat kenyataan bahwa masyarakat sedang dilanda badai, nestapa, dan penderitaan. Pengalaman ini menyadarkannya bahwa ia telah melakukan kesalahan besar,” ungkap Gb.
Selain aspek hiburan, Gb menuturkan pertunjukan ini juga mengajak penonton untuk merefleksikan kondisi demokrasi yang saat ini banyak diwarnai oleh ketidakadilan dan praktik politik yang tidak etis.
“Banyak fenomena politik yang menjadi perhatian, misalnya seringkali masyarakat hanya dilihat sebagai mata pilih saat kampanye, setelah itu perhatian terhadap mereka hilang begitu saja,” kata Alex, menyoroti fenomena politik yang kerap terjadi.
Melalui pertunjukan ini juga, kober berharap agar ini menjadi refleksi bersama dan membuka dialog kritis terkait kondisi demokrasi di Indonesia, yang menurut Gb menghadapi banyak tantangan serius, seperti politik dinasti, pemimpin tanpa visi yang jelas, serta apatisme dari kalangan intelektual, budayawan, dan mahasiswa
“Banyak hal yang salah dianggap wajar. Kita perlu bertanya kepada diri sendiri, apakah realitas politik yang terjadi sekarang ini benar? Kalau tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya?” tegasnya
Gb menambahkan, salah satu masalah besar yang diangkat dalam pertunjukan ini adalah bagaimana demokrasi sering kali hanya digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan, bukan untuk membangun kepentingan rakyat.
“Sering kali, pemimpin hanya fokus pada kampanye untuk mengamankan kursi. Tetapi apakah mereka benar-benar peduli pada rakyatnya? Ini pertanyaan yang harus kita renungkan bersama,” ujarnya.
Proses kreatif pertunjukan ini melibatkan waktu persiapan yang cukup panjang, yakni sekitar tiga bulan, yang mencakup adaptasi naskah dan latihan intensif. Gb menekankan bahwa proses kreatif ini memberikan ruang bagi aktor untuk berkembang.
“Menjadi aktor berarti harus kreatif. Kami belajar banyak, mulai dari merancang akting, menyusun naskah, hingga mengatur musik secara mandiri. Meski begitu, kerja sama tim tetap menjadi kunci untuk mencapai hasil yang maksimal,” ujarnya.
Sebagai hasil kolaborasi antara Kementerian Kebudayaan, Lab Indonesiana: Dapur LTC 2024, Lab Teater Ciputat, dan Komunitas Berkat Yakin, pertunjukan ini diharapkan bisa menjadi sarana untuk membuka dialog dan refleksi terkait pentingnya demokrasi yang sehat dan etis.
“Melalui teater ini, kami mengajak masyarakat untuk melihat kembali kondisi demokrasi kita dan berbicara tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita,” tutupnya. (Amd)