Klasika Lampung Soroti Dehumanisasi Profesi Guru: Kesejahteraan dan Perlindungan Jadi Fokus Utama

Senin, 9 Desember 2024 - 16:18 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bandar Lampung (Dinamik.id) – Kelompok Studi Kader (Klasika) Lampung kembali menggelar dialog rutin bertajuk DialoKlasika dengan tema “Dehumanisasi Profesi Guru” di Rumah Ideologi Klasika, Sukarame, Bandar Lampung, pada Minggu (8/12) malam.

Diskusi ini menghadirkan berbagai narasumber, termasuk Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung M. Syukron Muchtar, advokat Hislat Habib dari Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi & Rekan, serta Dewan Pakar Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Gino Vanollie.

Direktur Klasika Lampung, Ahmad Mufid, mengawali diskusi dengan menyoroti tantangan besar yang dihadapi guru, mulai dari kesejahteraan hingga perlindungan hukum yang minim.

ADVERTISEMENT

addgoogle

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia mengungkapkan bahwa guru kerap menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi saat menjalankan tugas mereka.

“Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat sejumlah kasus di mana guru menjadi korban kriminalisasi atau kekerasan hanya karena menjalankan tugas mereka. Sayangnya, regulasi yang ada belum memberikan perlindungan hukum yang memadai,” ujarnya.

Baca Juga :  Sosialisasi dan Pemantapan Perencanaan Program HETI Project 2023 dan 2024

Mufid juga menggarisbawahi kondisi kesejahteraan guru, khususnya honorer dan mereka yang bertugas di daerah terpencil.

“Banyak guru masih hidup dalam kondisi minim, meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan. Ini menjadi tantangan utama yang harus kita pecahkan bersama,” tambahnya.

Gino Vanollie dari FGII menilai bahwa masalah kesejahteraan guru tidak terlepas dari kompleksitas birokrasi pendidikan.

Ia menyebut bahwa sistem birokrasi sering kali memosisikan guru sebagai bagian dari struktur administratif yang kaku, sehingga mengurangi fokus pada pengembangan pendidikan.

“Proses birokratisasi dalam pendidikan membuat guru seolah-olah menjadi bagian dari sistem birokrasi. Kepala sekolah sering kali lebih memposisikan diri sebagai pejabat struktural daripada pemimpin yang mendukung pengembangan pendidikan,” tegas Gino.

Ia juga mendorong keberanian guru untuk bersikap kritis meskipun sering kali terhambat oleh kondisi struktural, seperti kepala dinas pendidikan yang merangkap sebagai ketua organisasi profesi guru.

Baca Juga :  Rektor Lantik Tujuh Pejabat Baru Unila

“Untuk membangun sikap kritis di kalangan guru, penting untuk menciptakan ruang diskusi yang terbuka dan mendukung, di mana mereka dapat berbagi ide tanpa rasa takut,” imbuhnya.

Sementara itu, M. Syukron Muchtar, Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan guru melalui implementasi Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Menengah.

“Kami di DPRD Komisi V berkomitmen untuk mengawal kesejahteraan guru. Salah satu dasar peningkatan kesejahteraan ini adalah Perda Nomor 15 Tahun 2019, yang mengatur insentif bagi tenaga pendidik non-PNS sesuai kemampuan daerah,” ujar Syukron.

Namun, ia mengakui masih ada kendala tata kelola anggaran yang menyebabkan keterlambatan pembayaran gaji guru, termasuk gaji ke-13 yang sempat tertunda untuk 3.878 guru di Bandar Lampung pada awal 2024.

“Masalah keterlambatan gaji dan pemotongan honor menunjukkan lemahnya tata kelola anggaran pendidikan. Kami akan terus mengawasi dan menyuarakan kepentingan guru di daerah-daerah,” tegasnya.

Baca Juga :  PMII Komisariat STKIP PGRI Bandar Lampung Kolaborasi dengan BEM Menggelar Agenda Kemahasiswaan

Syukron juga menyoroti kesejahteraan guru di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), seperti di Pulau Tabuan, yang hanya mendapatkan penghasilan Rp750 ribu per bulan.

“Guru di daerah 3T menghadapi tantangan berat dengan penghasilan minim. Ini membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah provinsi,” tambahnya.

Advokat Hislat Habib menyatakan bahwa guru sering kali enggan mengajukan pengaduan hukum karena keterbatasan biaya.

Ia menegaskan bahwa advokat memiliki kewajiban etis untuk memberikan bantuan hukum secara gratis (pro bono) kepada guru.

“Guru sering kali tidak berani mengadu karena merasa menggunakan jasa pengacara memerlukan biaya. Padahal, kami sebagai advokat memiliki tanggung jawab untuk memberikan bantuan hukum tanpa biaya,” ujarnya.

Hislat mengapresiasi langkah Klasika Lampung dalam menyediakan ruang diskusi bagi guru untuk menyampaikan aspirasi dan isu yang mereka hadapi. (Pin)

Berita Terkait

Hakrab ITSNU Lampung Jadi Ajang Penguatan Solidaritas Mahasiswa Teknologi Informasi
Pahlawan Tak Lahir dari Penindasan: Suara Perlawanan dari Rumah Ideologi Klasika
Wabup Tubaba Buka Pelatihan Siaga Bencana Sekolah PMR Madya dan Wira
Kolaborasi BTB dan IJP Lampung, Edukasi Publik Soal Penyesuaian Tarif Tol
Pemprov dan Puspaga Pinggungan Sebuai Perkuat Kapasitas Konselor di Lampung
Selamat!!! Oking Ganda Miharja Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya
Sukses Gelar Karya dan Luncurkan Buku, TBM Mekar Utama Tutup Festival Literasi Anak Desa Bumi Harjo 2025
Kekerasan Perempuan, Tubuh, dan Relasi Kuasa Tajuk Majelis Jum’at Klasika

Berita Terkait

Minggu, 16 November 2025 - 10:53 WIB

Hakrab ITSNU Lampung Jadi Ajang Penguatan Solidaritas Mahasiswa Teknologi Informasi

Selasa, 11 November 2025 - 12:52 WIB

Pahlawan Tak Lahir dari Penindasan: Suara Perlawanan dari Rumah Ideologi Klasika

Jumat, 7 November 2025 - 22:20 WIB

Wabup Tubaba Buka Pelatihan Siaga Bencana Sekolah PMR Madya dan Wira

Jumat, 7 November 2025 - 15:14 WIB

Kolaborasi BTB dan IJP Lampung, Edukasi Publik Soal Penyesuaian Tarif Tol

Senin, 3 November 2025 - 19:33 WIB

Pemprov dan Puspaga Pinggungan Sebuai Perkuat Kapasitas Konselor di Lampung

Berita Terbaru

Hukum

PWI dan Kejari Tanggamus Bersinergi Edukasi Masyarakat

Jumat, 14 Nov 2025 - 19:10 WIB