Bandar Lampung, (dinamik.id) — Anggota DPRD Kota Bandar Lampung dari Fraksi PKB, Ahmad Muqhis meminta Dinas Pendidikan untuk mengimbau sekolah-sekolah agar aktif mensosialisasikan bahaya perang sarung selama Bulan Ramadhan.
Ahmad Mughis yang juga anggota Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung menilai langkah tersebut penting dilakukan guna mencegah tindakan negatif dan merugikan terjadi.
“Kita mendorong dinas pendidikan untuk menghimbau sekolah-sekolah agar mensosialisasikan hal tersebut (perang sarung) guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ke depannya,” ujar politisi yang akrab disapa Agis, Selasa (11/3/2025).
Menurutnya, Ramadhan adalah bulan yang seharusnya menjadi ruang untuk menenangkan diri, memperbanyak ibadah, dan menjauh dari kekerasan.
“Namun, pemandangan yang justru sering kita lihat adalah sekelompok remaja berkumpul selepas salat tarawih atau shalat subuh, membawa sarung yang diikat seperti senjata, dan bermain perang sarung di tengah jalan raya bahkan di atas rel kereta api,” katanya.
Agis mengungkapkan, awalnya perang sarung merupakan permainan tradisional yang sering dilakukan oleh anak-anak dan remaja, terutama saat bulan Ramadhan. Namun, kini telah bergeser menjadi aksi kenakalan yang sangat membahayakan. Perang sarung berkembang menjadi ajang tawuran yang berbahaya dan memicu keresahan masyarakat.
“Perang sarung bukan hanya melibatkan benturan fisik, tetapi juga seringkali memancing emosi dan menyebabkan bentrokan antar kelompok. Lebih parah lagi, lokasi yang mereka pilih seperti jalan umum dan rel aktif sangat berisiko tinggi menimbulkan kecelakaan fatal,” ungkapnya.
Agis menyoroti berbagai insiden yang terah terjadi akibat perang sarung, termasuk anak-anak yang terluka, pengendara yang terganggu hingga nyaris mengalami kecelakaan, dan yang paling mengkhawatirkan, remaja yang nyaris tertabrak kereta api.
“Ini bukan lagi permainan. Ini adalah potensi bencana yang bisa merenggut nyawa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agis menegaskan perlu ada kesadaran kolektif bahwa tradisi yang menyimpang ini harus dihentikan. Orang tua perlu lebih aktif memantau anak-anaknya, sementara tokoh agama dan tokoh masyarakat bisa mengingatkan dari mimbar-mimbar masjid bahwa Ramadhan adalah waktu untuk memperbaiki diri, serta larangan untuk melakukan kegiatan tersebut yang berpotensi melahirkan perpecahan serta kenakalan remaja yang lebih serius.
Selain itu, Agis juga menghimbau kepada aparat hukum dan pemerintah daerah agar meningkatkan patroli rutin di wilayah-wilayah rawan, khususnya di jam-jam malam selepas tarawih dan shalat subuh.
“Kehadiran aparat bukan untuk menciptakan ketakutan, tetapi untuk mencegah hal-hal buruk sebelum terjadi, sekaligus memberikan rasa aman bagi masyarakat,” ujarnya.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga Ramadhan ini dengan kedamaian, keselamatan, dan kegiatan yang lebih bermanfaat. Jangan biarkan jalan raya dan rel kereta berubah menjadi arena konflik anak-anak kita.
“Perang yang sesungguhnya di bulan ini adalah melawan hawa nafsu, bukan melawan teman sendiri dengan sarung yang diikat,” pungkasnya. (Amd)