Bandar Lampung, (dinamik.id) — Anggota DPRD Provinsi Lampung yang juga tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong, Miswan Rody, mempertanyakan mengapa dalam kunjungan kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah Provinsi Lampung pada Senin (14/7), tidak dilakukan peninjauan ke perusahaan-perusahaan singkong berskala besar seperti PT Bumi Waras.
Menurut Miswan, kunjungan yang bertujuan merumuskan kebijakan tata kelola niaga singkong seharusnya menyentuh seluruh mata rantai industri, terutama pelaku usaha besar yang memiliki peran sentral dalam penentuan harga dan serapan hasil panen petani.
“Kami menyambut baik komitmen pemerintah dan DPR RI untuk memperjuangkan nasib petani singkong. Tapi sangat disayangkan, dalam kunjungan kemarin tidak sekalipun ada upaya untuk melihat langsung bagaimana perusahaan besar seperti Bumi Waras beroperasi,” tegas Miswan, Selasa (15/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai, absennya kunjungan ke industri besar berisiko membuat kebijakan yang dihasilkan nanti menjadi tidak menyentuh akar persoalan.
“Jangan sampai kita hanya bicara dari sisi petani, tanpa mendengar juga dari sisi industri pengolah. Padahal, keberlanjutan niaga singkong sangat tergantung pada hubungan antara petani dan pabrik,” ujarnya.
Sementara itu, dalam kunjungan kerja tersebut, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal kembali menegaskan komitmennya untuk membela nasib petani singkong. Di hadapan Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan dan rombongan, Gubernur menyampaikan perlunya regulasi nasional yang ketat terkait impor tepung tapioka serta pentingnya mendorong hilirisasi produk singkong dalam negeri.
“Petani kita tercekik. Gudang-gudang industri sudah penuh. Petani tidak bisa lagi menjual hasil panennya. Sementara, tepung impor terus masuk,” tegas Gubernur Mirza di Bandara Raden Intan II, Senin (14/7).
Ia menyoroti ketimpangan pasar akibat membanjirnya produk impor dari negara-negara seperti Thailand dan Vietnam, yang berdampak langsung terhadap anjloknya harga singkong lokal dan memicu ketegangan antara petani dan pengusaha.
Gubernur juga menyerukan pembentukan ekosistem kemitraan antara petani, industri pengolah, dan pengguna akhir. Menurutnya, tanpa sinergi, masing-masing pihak berjalan sendiri-sendiri tanpa arah yang jelas.
“Kita butuh regulasi yang menjembatani. Kita bisa belajar dari industri peternakan yang berhasil karena kolaborasi,” tambahnya.
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa singkong layak ditetapkan sebagai komoditas strategis nasional. Ia mengakui saat ini belum ada payung hukum yang kuat untuk mengatur tata kelola niaga singkong dari hulu ke hilir.
“Kami akan menyusun regulasi komprehensif, tidak hanya untuk jangka pendek, tapi yang benar-benar mengatur seluruh ekosistem singkong,” ucapnya.
Baleg DPR RI juga menyatakan akan melakukan peninjauan langsung ke lahan-lahan petani dan pabrik pengolahan sebagai bagian dari rangkaian kunjungan mereka. Namun hingga berita ini diturunkan, perusahaan berskala besar seperti Bumi Waras belum menjadi bagian dari agenda kunjungan tersebut.
Miswan Rody berharap, kunjungan lanjutan atau pembahasan kebijakan selanjutnya benar-benar melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk korporasi besar, agar solusi yang dirumuskan tidak bersifat parsial.
“Kalau kita ingin menyelamatkan ekosistem singkong, jangan hanya melihat ujungnya. Lihat juga simpul-simpul utama yang menentukan arah pasar,” tutup Miswan. (*)