Bandarlampung(dinamik.id)— Tak terasa 75 tahun usia Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Organisasi Mahasiswa tertua ini terus menggelinding dalam berbagai dinamika perjuangannya sesuai era generasinya.
HMI yang lahir pada 5 Februari 1947 awalnya berkomitmen mempertahankan NKRI. The founding fathers berjuang melahirkan perhimpunan ini demi umat dan bangsa.
Ayahanda Lafran Pane dengan jiwa revolusionernya mengumpulkan para anak muda-mudi Islam masa itu untuk ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejarah mencatat kuatnya idealisme dan tradisi pemikiran menjadikan HMI kerap berperan penting dalam panggung keumatan dan kebangsaan.
Tahun 1950-an, misalnya, saat terjadi kebuntuan antara kelompok yang mendukung sekaligus menolak gagasan “negara Islam”, HMI komit dengan negara nasional, bukan negara Islam.
Tahun 1970-an, di kala terjadi kejumudan dalam tradisi pemikiran keislaman, HMI tampil melalui gagasan “pembaruan Islam” yang dicetuskan Nurcholish Madjid.
Masih banyak lagi jejak sejarahnya. Namun, tampaknya idealisme kepeloporan dan pamor HMI lalu telah menjadi semacam romantisme sejarah.
Setelah 75 tahun, HMI terus menggelinding dari generasi ke generasi, kepeloporan keumatan dan kebangsaannya semakin redup.
Kuatnya idealisme dan tradisi intelektual yang melekat dalam kultur organisasi semakin luntur. Ada demoralisasi justru saat usianya semakin matang.
Di tengah silang sengkarut persoalan umat dan bangsa, isu keagamaan, sosial, politik, hukum, dan isu lainya, HMI tak terdengar memiliki gagasan yang bisa menjadi sumber rujukan.
HMI terkesan tak mampu lagi menjaga independensinya sebagai marwah organisasi di tengah kuatnya tarik-menarik kekuatan partai politik.
Barangkali, akibat mentalitas pragmatisme inilah yang menjadikan HMI tak lagi memiliki pamor di tengah mahasiswa dan masyarakat.
Belakangan ini, ada fenomena menarik, banyak kader HMI memilih jalur politik praktis karena adanya kedekatan emosional atau kepentingan senior terhadap juniornya.
Orientasi kader kadang tidak lagi bersinergis dengan tujuan himpunan yang sesungguhnya, ruang aktualisasi menjadi lebih sempit, titik fokus kader hanya politik praktis.
Hal ini menjadi tantangan perjuangan HMI saat ini. Bagaimana tetap merawat khitah organisasi sebagai media perjuangan umat dan bangsa dalam amarmakrufnahimunkar.
Kedepan, agaknya, tantangan HMI semakin berat, tak hanya bagaimana tetap merawat khitah organisasi, tapi juga perubahan karakter generasi.
*Bonus Generasi Milenial*
Bonus demografi menjadi tantangan sekaligus peluang bagi eksistensi HMI. Indonesia akan mengalami periode bonus demografi yaitu pada tahun 2030-2040.
Apabila bonus demografi ini bisa dikelola dengan baik dan profesional oleh pemerintah, maka Indonesia bisa mendapatkan besar.
Misalnya, potensi rasio beban ketergantungan adalah perbandingan antara jumlahpenduduk usia nonproduktif dengan jumlah penduduk usia produktif.
Dalam menjemput bonus demografi, tidak terlepas hadirnya generasi milenial yang akrab dengan smartphone dan akrab dengan teknologi.
Namun, sejatinya generasi yang sering disebut Generasi Y ini, menurut para peneliti sosial sering kali dikelompokkan pada generasi yang lahir antara 1980-2000.
Jadi bisa dikatakan, orang-orang yang masuk ke dalam kategori ini ialah generasi muda yang saat ini berusia 15-34 tahun.
Tantangan kader HMI, bagaimana berada di tengah generasi milenial. Roh organisasi tentunya ada pada proses regenerasi kader.
Tantangan HMI jadi lebih besar baik secara Intenal maupun Eksternal, melihat karakteristik generasi Milenial yang begitu apatis hingga individual.
Wajah Himpunan seharusnya lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi yang telah menyatu dengan generasi milenial, tapi tidak meninggalkan substansi ADART organisasi.
HMI harus bertransformasi seiring perkembangan teknologi yang memiliki akselerasi cukup tinggi, diantaranya peluang dan ancaman artificial intelligence (AI), BIG Data, perkembangan Internet Of Things (IOT), dan potensi Cloud System.
Semua itu bisa menjadi ruang baru untuk kemandirian organisasi agar nantinya bisa berdaulat secara ekonomi, sosial dan politik.
Sehingga diharapkan hadirnya budaya baru yakni transparansi dan akuntabilitas kinerja di organisasi.
Mau tak mau, jika tidak mengikuti arus besar tersebut, himpunan tidak mampu menjadi jawaban terhadap generasi milenial.
Organisasi harus memiliki roadmap yang jelas, transformasi Himpunan menuju ekosistem digital merupakan syarat mutlak untuk menjelma menjadi organisasi modern, memanfatkan seluruh kecanggihan teknologi dalam mengelola organisasi yang tak bisa dihindari termasuk kelengkapan infrastruktur organisasi dalam meningkatkan kinerja tata kelola administrasi dan fungsi rutin operasional internal.
Hadirnya teknologi informasi, mamberikan terobosan himpunan dalam mengambil keputusan-keputusan srategis yang harus berbasis pada DATA Decisision Support System (DSS), dan juga rencana rencana strategis organisasi dapat disinergiskan dengan seluruh entitas organisasi disetiap tingkatan.
Seluruh keputusan organisasi semuanya dapat terukur dan terevaluasi dengan jelas, sehingga monitoring dan evaluasi gerak roda organisasipun terkendali.
Yaumil milad Himpuananku yang ke- 75 Tahun , dengan mengharap Ridho Allah SWT Yakin Usaha Sampai.
Penulis : Wildan Hanafi, kader HMI Komisariat Pertanian Universitas Lampung