Bandar Lampung (Dinamik.id) – Dunia perkuliahan selalu menjadi ruang dan kesempatan yang sangat luas bagi setiap mahasiswa, yang ingin belajar dan menggapai cita-cita lebih tinggi. Setiap pengalaman dan penghargaan yang sudah dilalui, memberikan peluang besar untuk meningkatkan potensi diri, memperluas relasi, serta karier dan masa depan lebih baik.
Seperti kisah dari Dimas Aditia, salah satu alumni inspiratif dari jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lampung (Unila). Saat ini, Dimas sedang menjalani program Master of Arts pada jurusan Contemporary History di University of Sussex, United Kingdom.
Selama berkuliah di Unila, Dimas mendapatkan banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang organisasi. Mulai dari organisasi English Society (ESo) bidang newscasting, UKM-U PIK R RAYA Unila, Forkom Bidikmisi Unila, Himpunan Mahasiswa Pendidikan IPS (Himapis) FKIP Unila, serta Fokma Pendidikan Sejarah FKIP Unila.
Selain aktif berorganisasi, Dimas juga tentunya memiliki segudang prestasi cukup bergengsi di tingkat internasional. Dimas berhasil meraih lebih dari lima medali emas dan perak di International Youth Scientist Association (IYSA), serta berkesempatan untuk mengikuti short course pada program USINDO Grasp di Arizona State University (ASU), Amerika Serikat.
“Pada semester enam di Unila, saya juga sempat mengikuti program short course yang diadakan Chevening Alumni Association Indonesia (CAAI). Dari situ saya belajar banyak hal tentang lingkungan akademis dan rencana karier pascastudi,” ungkap Dimas saat diwawancarai melalui WhatsApp, Senin, 16 September 2024.
Namun, kemunculan pandemi covid-19 seketika membuat Dimas harus membatalkan keberangkatannya ke luar negeri. Semua kegiatan di Unila serta program short course di Amerika Serikat dan Inggris berubah dan ia mau tidak mau diharuskan untuk beradaptasi dengan perkuliahan secara daring.
“Kendala saat itu karena pandemi covid-19, ditambah juga dengan persiapan menyicil aplikasi beasiswa saya sebelum lulus S-1, sekaligus berjuang untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi, serta beberapa objek penelitian bersama dosen,” ungkap Dimas.
Setelah lulus sebagai wisudawan terbaik dari Unila pada November 2022, Dimas sempat menjadi staf di BP-KKN Unila serta mengikuti intern di Communication Division di United Cities and Local Government Asia Pacific (UCLG ASPAC), Jakarta Pusat.
Awalnya, Dimas bertujuan untuk melanjutkan studi ke Amerika Serikat dan mendaftarkan diri melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk kampus yang ada di sana.
Namun, ia mengalami kendala karena skema studi yang dipilih tidak sesuai. “Fun fact-nya adalah saya sudah cukup tahu soal LPDP saat berada di SMA, tapi saya mengira kalau beasiswa tersebut diperuntukkan hanya untuk mahasiswa jenjang S-1,” ujarnya.
Bahkan Fun fact-nya lagi, Inggris bukanlah negara utama tujuan studi saya sebelumnya. Pada awal mendaftar LPDP saya sempat memilih kampus di Amerika Serikat, namun karena ada kendala ketidaksesuaian dengan skema studi (terminal degree), saya diminta untuk pindah perguruan tinggi negeri,” ungkap Dimas.
Dimas juga sempat mendapatkan tawaran dari beberapa kampus bergengsi di Singapura dan Amerika Serikat lainnya, dengan berbagai kendala dan pertimbangan hingga akhirnya ia pun mantap untuk memilih University of Sussex di UK, sebagai tujuan studinya.
Sebelumnya Dimas mendapat offer letter dari beberapa kampus seperti National University of Singapore (NUS), University of Newcastle, University of Abeerden, dan George Washington University.
“Namun, aku mantap memutuskan untuk melanjutkan studi ke University of Sussex. Alasan ingin kuliah di Inggris karena studinya yang cukup singkat yakni satu tahun dan didukung dengan ketersediaan ekspert serta lingkungan belajar yang mendukung,” ujarnya.
Pada program Master of Arts jurusan Contemporary History, Dimas mempelajari sejarah, serta kajian kontemporer pada era 1900 hingga 2000-an, baik peristiwa yang terjadi di Inggris maupun di dunia internasional. Ia juga cukup kaget dengan suhu di UK yang sangat dingin mencapai 7०C di musim peralihan antara summer ke autumn.
“Keunikan kuliah S-2 di UK, disini mostly kuliahnya hanya 12 bulan untuk sesi full time dan 24 bulan untuk sesi part time. Tugas akhir S-2 di sini juga disebutnya disertasi, bukan tesis. Bahkan mengejutkannya, total matkul yang saya ambil dalam satu tahun adalah 180 sks. Waktu di Unila dalam empat tahun saja totalnya 144 sks, jadi bisa dibayangkan bagaimana padatnya perkuliahan di sana. Selain itu, perkuliahan di sini nantinya ada kunjungan ke beberapa gedung arsip dan museum penting di Inggris,” ungkap Dimas.
Setelah menyelesaikan studi di UK, Dimas berencana untuk berkarier sebagai dosen, hingga mengambil kesempatan untuk menjadi seorang konsultan pada program yang berkaitan dengan isu strategis di Sustainable Development Goals (SDG’s), pemerintah lokal, dan industri kreatif.
Dari setiap pengalamannya, Dimas belajar untuk sadar akan setiap hal yang ia lakukan, termasuk risiko dan tanggung jawab di belakangnya. Titik terendah dimulai Dimas ketika tidak begitu pandai dalam berbahasa Inggris, bahkan untuk pengajuan beasiswa LPDP saja menggunakan sertifikat Duolingo English Test (DET).
Namun bagi Dimas, pendidikan adalah sebuah prioritas. Hingga ia pun memutuskan kontrak kerja dan memilih untuk mengikuti program pengayaan bahasa (PB) oleh LPDP selama enam bulan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Apa yang sudah ia mulai, maka harus dilanjutkan dan dituntaskan hingga selesai.
Resilien dan bekerja keras adalah kunci, pantang menyerah, dan tidak melewatkan diri untuk terus berdoa.
“Buat kalian sobat Unila yang hebat, percayalah tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk digapai. Jangan turunkan standarmu hanya karena merasa dirimu tidak mampu dan mendengarkan banyak bisikan negatif di sekelilingmu. Tetap berusaha, fokus ke depan, dan temukan jalan alternatif,” ujarnya.
Dimas juga berpesan, jadilah gelas kosong di manapun kamu berada, isi dan tuang dengan air sampai ia mendapat tempat yang tepat untuk menuai kesegarannya. Setiap orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah. (Pin)