Bandar Lampung, (Dinamik.id) — Debat publik calon gubernur dan wakil gubernur Lampung yang telah berlangsung dalam dua sesi terakhir menuai sorotan dari berbagai kalangan, termasuk dari Akademisi Universitas Lampung (UNILA).
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Lampung, Muhtadi menilai bahwa format debat tersebut kurang memberikan ruang bagi dialog interaktif yang substansial antara para calon dan lebih terkesan sebagai formalitas semata.
Hal ini diungkapkan Muhtadi dalam acara evaluasi tahapan kampanye yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Lampung di D’rajash Resto pada Senin, 4 November 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, debat pilgub seharusnya menjadi ajang untuk menggali visi dan misi calon gubernur dan wakil gubernur secara lebih mendalam, serta menciptakan ruang diskusi yang konstruktif bagi calon untuk saling memberikan argumentasi.
“Debat Pilgub harusnya lebih dari sekadar formalitas; ini adalah kesempatan bagi para calon untuk menunjukkan visi dan misi mereka secara mendalam,” ujarnya.
Ia mengkritik format debat yang terkesan lebih menyerupai monolog daripada dialog, di mana minimnya interaksi langsung antar calon maupun dengan panelis sehingga dapat mengurangi esensi dari debat itu sendiri.
Meskipun demikian, Muhtadi juga mencatat bahwa sejauh ini belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa debat kandidat berpengaruh signifikan terhadap tingkat elektabilitas calon. Hal ini disebabkan kurangnya data survei yang membandingkan tingkat elektabilitas sebelum dan setelah debat, yang seharusnya dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh debat terhadap keputusan pemilih.
Karena itu, Muhtadi mengusulkan agar dilakukan survei elektabilitas sebelum dan setelah debat. Langkah ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang seberapa besar pengaruh debat terhadap opini publik dan perubahan pilihan pemilih.
Perbedaan suasana dalam debat kandidat sangat tergantung pada tingkat kecerdasan para calon, yang beragam antara satu daerah dengan daerah lainnya,” kata Muhtadi
Ia menyebutkan bahwa hanya beberapa wilayah yang menunjukkan dinamika debat yang lebih hidup, seperti di Lampung Timur, Bandar Lampung, dan Lampung Barat. Menurutnya, hal ini mencerminkan perbedaan tingkat kedalaman diskusi yang bisa dicapai, tergantung pada kapasitas dan persiapan para calon.
“Dari 15 kabupaten dan kota yang telah berdiskusi, hanya beberapa wilayah yang menunjukkan esensi debat yang hidup, seperti Lampung Timur, Bandar Lampung, dan Lampung Barat,” kata Muhtadi.
Muhtadi berharap agar debat-debat mendatang melibatkan audiens yang lebih relevan, seperti perwakilan masyarakat, ahli, atau sektor-sektor yang terkait langsung dengan isu-isu yang dibahas. Ini diharapkan dapat membuat debat lebih substansial dan menggugah partisipasi dari masyarakat luas.
“Dengan demikian, diharapkan debat akan menjadi lebih substansial dan dapat menggugah partisipasi dari semua lapisan masyarakat,” pungkasnya. (Amd)