Bandar Lampung, (dinamik.id) — Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung mengungkapkan temuan setelah melakukan kunjungan ke empat kabupaten di Lampung: Mesuji, Lampung Utara, Lampung Tengah, dan Lampung Timur. Dalam kunjungan tersebut, teridentifikasi berbagai masalah terkait harga dan kualitas singkong yang masih menjadi kendala.
Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas menjelaskan, meskipun telah ada kesepakatan harga sebesar Rp 1.400 per kilogram pada bulan Desember lalu, kesepakatan tersebut belum dilaksanakan oleh perusahaan pembeli.
“Hasil yang kami dapat setelah terjun ke lapanagan, dari pihak kelompok tani masih mengeluhkan kesepakatan yang dilakukan pada bulan Desember, sampai sekarang belum dijalankan oleh perusahaan,” ujar Mikdar pada Senin, 20 Januari 2025.
Mikdar menjelaskan bahwa perusahaan mengeluhkan rendahnya kadar aci singkong yang dihasilkan oleh petani, yang belum memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan. Perusahaan membutuhkan kadar aci minimal 24% agar bisa memenuhi syarat produksi.
Menurut keterangan dari pihak perusahaan, rendahnya kadar aci singkong yang dihasilkan oleh petani menyebabkan biaya produksi yang tinggi.
“Alasan perusahaan karena kadar aci singkong dari petani itu rendah, mereka memerlukan 5-6 kilogram singkong untuk menghasilkan 1 kilogram tepung,” kata Mikdar.
Akibatnya beberapa perusahaan terpaksa mengimpor tapioka karena harganya lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
“Perusahaan ini sebenarnya mau mengikuti aturan itu, tapi kalau diterapkan mereka bukannnya untung tapi malah buntung, maka itu juga yang menjadi dilema mereka,” imbuhnya
Menanggapi hal tersebut, Mikdar menegaskan pentingnya pengawasan yang ketat dari pemerintah untuk memastikan kesepakatan harga dapat dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku.
“Sebagai fungsi pengawasan mengingatkan, karena ini sudah ada aturannya, apabila tidak mengikuti aturan maka akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,” Pungkasnya. (Amd)