Mendidik dalam Kekacauan: Politik Anggaran dan Masa Depan Anak Bangsa

Selasa, 4 Februari 2025 - 03:08 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Pina, S.Pd

Indonesia selalu bangga dengan narasi “bonus demografi”, namun lupa menyiapkan panggungnya. Anak-anak usia sekolah, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), masih bergulat dengan akses yang minim, kualitas yang timpang, dan sistem pendidikan yang kerap dijadikan komoditas politik.

Laporan KPAI tahun 2024 menyebut bahwa 27% anak di wilayah terpencil masih belum mendapatkan akses pendidikan dasar yang layak. Mereka belajar di bangunan reyot, dengan jumlah guru yang tak mencukupi dan minim fasilitas pendukung. Dalam situasi ini, apakah kita masih bisa bicara soal pemerataan?

Masalahnya bukan pada anggaran—tapi pada keberpihakan. Kementerian Keuangan mencatat bahwa alokasi dana pendidikan mencapai 612 triliun di APBN 2024. Namun laporan BPK menunjukkan bahwa puluhan triliun tidak terserap optimal. Anggaran ada, tapi tidak sampai. Penyebabnya? Perencanaan yang lemah, politisasi program, dan buruknya sinergi antara pusat dan daerah.

Baca Juga :  Penuh Semangat, 10.358 Mahasiswa Baru Ikuti PKKMB Unila

Sebagai perempuan yang terjun langsung di komunitas dan dunia pendidikan, saya menyaksikan bagaimana kebijakan di atas kerap tak menyentuh realita di bawah. Banyak guru honorer dibayar tak manusiawi, anak-anak belajar tanpa listrik, dan budaya membaca nyaris mati. Ini bukan sekadar krisis pendidikan—ini kegagalan politik dalam menyiapkan masa depan bangsa.

Baca Juga :  LPPM Gelar Seminar dan Diskusi Kebijakan dan Agenda RIset Nasional 2023

Kita harus sadar: pendidikan bukan ladang proyek, melainkan hak dasar yang menentukan arah bangsa. Politik pendidikan harus dikembalikan pada rakyat. Partisipasi publik, transparansi anggaran, dan keberanian untuk memangkas program seremonial adalah langkah awal. Bangsa ini tak akan besar karena slogan, tapi karena keberanian memperbaiki fondasinya—dan fondasi itu adalah pendidikan yang adil.
(**)

Berita Terkait

KKN UIN Raden Intan Lampung Kelompok 84 Wujudkan Aksi Peduli Lingkungan di Sukajawa Baru
Kadisdikbud Lampung Akan Buka Lomba Baca Puisi Esai
Mahasiswa Bukan Penonton: Fatikhatul Khoiriyah Serukan Peran Nyata di Tengah Bangsa
Mengenal MACI: Ruang Informasi Publik yang Edukatif dan Terpercaya
Prof Abdul Haris: PMII Benteng Moral dan Intelektual Bangsa
PKN PMII ke-19 Tahun 2025, Soroti Disiplin Intelektualisme dan Disiplin Moral Kader
AMHTN-SI Gelar Diskusi Publik Bahas RUU KUHAP yang Dinilai Berpotensi Langgar HAM
Piil Pesenggiri sebagai Etos Gerakan KOPRI: Emansipasi, Martabat, dan Identitas Perempuan Lampung

Berita Terkait

Selasa, 12 Agustus 2025 - 16:40 WIB

KKN UIN Raden Intan Lampung Kelompok 84 Wujudkan Aksi Peduli Lingkungan di Sukajawa Baru

Selasa, 12 Agustus 2025 - 16:28 WIB

Kadisdikbud Lampung Akan Buka Lomba Baca Puisi Esai

Senin, 11 Agustus 2025 - 16:43 WIB

Mahasiswa Bukan Penonton: Fatikhatul Khoiriyah Serukan Peran Nyata di Tengah Bangsa

Jumat, 8 Agustus 2025 - 10:03 WIB

Mengenal MACI: Ruang Informasi Publik yang Edukatif dan Terpercaya

Kamis, 7 Agustus 2025 - 20:51 WIB

Prof Abdul Haris: PMII Benteng Moral dan Intelektual Bangsa

Berita Terbaru