Student Loan: Solusi Adil bagi Kelompok Rentan dalam Dunia Pendidikan yang Timpang

Kamis, 7 Agustus 2025 - 13:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Mursaidin Albantani, ST (Ketua PMII Cabang Bandar Lampung 2009-2010)

TAHUN ajaran baru selalu datang dengan harapan bagi para siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun bagi banyak orang tua dari kelompok rentan secara ekonomi, periode ini justru menjadi musim kegelisahan.

Biaya masuk kuliah, Uang Kuliah Tunggal (UKT), kebutuhan tempat tinggal, dan perlengkapan akademik lainnya menjadi beban psikologis dan finansial yang tidak ringan.

ADVERTISEMENT

addgoogle

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara itu, beasiswa dan bantuan sosial pendidikan belum mampu menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat yang membutuhkan. Di tengah ketimpangan ini, gagasan penerapan sistem student loan (pinjaman pendidikan) semakin relevan sebagai solusi berkeadilan sosial.

Akses Pendidikan: Masih Jauh dari Merata

Pendidikan tinggi seharusnya menjadi eskalator mobilitas sosial—membuka peluang ekonomi, memperluas wawasan, dan membentuk generasi unggul bangsa. Namun realitas Indonesia menunjukkan, masih banyak anak muda berprestasi yang tertahan tidak bisa kuliah hanya karena persoalan biaya.

Beasiswa seperti KIP-Kuliah atau LPDP memang ada, tapi sangat kompetitif, terbatas kuota, dan tidak selalu mengakomodasi kebutuhan mahasiswa kelas menengah-bawah yang “nyaris miskin”. Sementara subsidi UKT bersifat top-down dan seringkali tidak tepat sasaran.

Baca Juga :  Fast Track, Layanan Cepat dan Humanisme Haji Indonesia

Menurut data BPS dan Puslapdik Kemendikbud, tingkat partisipasi kasar pendidikan tinggi Indonesia masih berada di bawah 40%, jauh di bawah negara-negara seperti Malaysia (47%), Thailand (51%), apalagi Korea Selatan (lebih dari 90%). Salah satu penyebabnya adalah biaya pendidikan tinggi yang dianggap mahal dan sulit dijangkau.

Praktik Korupsi dan Ketidakadilan dalam Penerimaan Mahasiswa

Lebih parah lagi, selain ketimpangan biaya, sistem seleksi masuk perguruan tinggi juga tidak sepenuhnya bersih. Berbagai kasus suap dan jual-beli kursi di sejumlah kampus ternama di Indonesia menjadi preseden buruk.

Pada 2023, KPK mengungkap skandal suap di Universitas Lampung (Unila) dengan nilai miliaran rupiah yang melibatkan rektor aktif. Mahasiswa titipan pejabat berhasil masuk tanpa melalui jalur resmi.

Di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Malikussaleh (Unimal) juga ditemukan praktik serupa. Ironisnya, anak-anak dari keluarga miskin yang belajar sungguh-sungguh harus tersingkir karena tidak punya “akses” ke jalur belakang.

Ini menciptakan ketidakadilan struktural. Anak pejabat atau orang kaya bisa “membeli” kursi kuliah, sementara anak petani, nelayan, atau buruh harus berjuang tiga kali lipat tanpa jaminan berhasil. Ketika pendidikan tinggi menjadi ladang transaksional, maka integritas institusi akademik ikut hancur.

Baca Juga :  Judi Online Ancaman Tersembunyi dan Upaya Komprehensif Melindungi Bangsa

Belajar dari Negara Lain: Peran Student Loan sebagai Pemerataan

Banyak negara telah menjadikan student loan sebagai pilar kebijakan pendidikan yang inklusif. Di Amerika Serikat, meskipun program student loan kontroversial karena tingginya bunga dan beban cicilan, sistemnya memberi peluang besar bagi jutaan mahasiswa dari berbagai latar belakang.

Inggris menerapkan sistem income-contingent repayment, di mana cicilan pinjaman baru dibayarkan setelah lulusan memiliki penghasilan tertentu. Skema ini lebih humanis dan progresif.

Sementara negara-negara Skandinavia seperti Norwegia dan Swedia tidak hanya memberikan pinjaman tanpa bunga, tetapi juga menggratiskan biaya kuliah dan mendukung biaya hidup mahasiswa.

Indonesia bisa belajar dari model-model tersebut, dengan modifikasi sesuai konteks sosial-ekonomi nasional. Student loan di Indonesia harus dirancang sebagai kebijakan negara—bukan utang komersial—dengan prinsip keadilan sosial. Misalnya, pinjaman bisa mulai dicicil setelah mahasiswa bekerja dan memiliki penghasilan minimum. Bunga bisa dihilangkan, atau sangat rendah, dan dikelola oleh lembaga publik non-profit.

Menyatukan Beasiswa, Subsidi UKT dan Student Loan

Ketiganya tidak harus dipertentangkan. Beasiswa tetap perlu untuk mahasiswa miskin-berprestasi. Subsidi UKT dapat diarahkan untuk kelompok terverifikasi yang benar-benar membutuhkan. Dan student loan menjadi jaring pengaman bagi mahasiswa rentan yang tidak lolos beasiswa, namun juga tidak mampu membayar kuliah penuh. Sistem ini akan menciptakan struktur pembiayaan pendidikan yang lebih tangguh, adil, dan adaptif terhadap realitas sosial.

Baca Juga :  Koperasi ala Budi Arie: Siapa Kerja, Siapa Dapat Nama?

Apabila dirancang dengan transparansi, akuntabilitas, dan prinsip meritokrasi, maka program student loan juga dapat memperkuat budaya tanggung jawab. Mahasiswa akan terdorong untuk menyelesaikan studi tepat waktu dan memilih pekerjaan secara lebih produktif, karena berkaitan langsung dengan kelangsungan pembayaran cicilan pasca kelulusan.

_Penutup: Pendidikan Tidak Boleh Jadi Privilege_

Negara wajib hadir untuk memastikan bahwa pendidikan bukan hanya hak bagi yang mampu secara finansial, tetapi hak setiap warga negara. Ketika pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh mereka yang “punya uang” atau “punya koneksi”, maka cita-cita keadilan sosial tinggal jargon kosong.

Student loan yang dirancang secara adil dan berkelanjutan adalah bentuk kehadiran negara yang konkret dan progresif, membela kelompok rentan, dan membuka ruang meritokrasi dalam dunia pendidikan.

Sudah saatnya Indonesia berani memutus lingkaran ketimpangan dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan yang adil adalah kunci masa depan.

Berita Terkait

Buruh Migran: Pejuang Devisa yang Terlupakan
‘Kita Manusia’ Menyoal Rasa di Era AI
Koperasi ala Budi Arie: Siapa Kerja, Siapa Dapat Nama?
SPMB dengan Tes Potensi Akademik (TKA) Menuai Apresiasi
Dari Krisis ke Solusi: Strategi Mengakhiri Banjir Bandar Lampung
Pendidikan di Persimpangan, Tantangan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Anak Muda, Gen Z dan Millenial Harus Menentukan Pilihan
Ayo Healing dan Nongkrong di Senja Malaka – Lebih dari Sekadar Pantai!

Berita Terkait

Kamis, 7 Agustus 2025 - 13:33 WIB

Student Loan: Solusi Adil bagi Kelompok Rentan dalam Dunia Pendidikan yang Timpang

Kamis, 31 Juli 2025 - 15:27 WIB

Buruh Migran: Pejuang Devisa yang Terlupakan

Senin, 21 Juli 2025 - 16:06 WIB

‘Kita Manusia’ Menyoal Rasa di Era AI

Kamis, 19 Juni 2025 - 14:26 WIB

Koperasi ala Budi Arie: Siapa Kerja, Siapa Dapat Nama?

Selasa, 17 Juni 2025 - 13:17 WIB

SPMB dengan Tes Potensi Akademik (TKA) Menuai Apresiasi

Berita Terbaru