Bandar Lampung (dinamik.id)-Pemerintah Provinsi Lampung melepas ekspor perdana kopi bubuk robusta Lampung ke Hongkong sebanyak 6.368 kilogram senilai hampir 46 ribu dolar AS atau setara Rp753 juta, Rabu (17/9/2025).
Pelepasan ekspor perdana dilakukan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan di halaman El’s Coffee Roastery, Bandar Lampung.
Dalam sambutannya, Marindo menyampaikan permohonan maaf Gubernur yang berhalangan hadir karena menghadiri pertemuan dengan Menteri di Jakarta.
Namun demikian, ia menegaskan Gubernur tetap mengikuti momentum penting ini karena ekspor kopi bubuk dianggap sebagai langkah nyata hilirisasi produk Lampung. “Hari ini bukan sekadar melepas kopi biji mentah, tapi produk olahan yang punya nilai tambah,” kata Marindo membacakan sambutan Gubernur.
Ekspor perdana ini dilakukan oleh PT. Sari Alami bersama El’s Coffee Group. Sebanyak 6.368 kilogram kopi bubuk dikirim dengan nilai hampir 46 ribu dolar AS, setara Rp753 juta. Produk yang dilepas dalam bentuk olahan menjadi sinyal perubahan pola ekspor Lampung yang sebelumnya didominasi komoditas mentah.
Lampung selama ini dikenal sebagai penghasil kopi robusta terbesar di Indonesia. Kontribusinya mencapai lebih dari 30 persen dari produksi nasional. Karena itu, kata Marindo, ketika Indonesia dikenal dunia sebagai negeri kopi, Lampung berada di barisan terdepan. “Ekspor kopi bubuk ini menandai lompatan dari sekadar gudang bahan baku menuju dapur produksi kopi dunia,” ujarnya.
Pemprov menilai hilirisasi produk menjadi bagian dari strategi besar menuju visi Indonesia Emas 2045. Presiden Prabowo Subianto menargetkan Indonesia menjadi ekonomi terbesar keempat dunia dengan pendapatan per kapita di atas 23 ribu dolar AS. “Lampung harus bergerak cepat dengan investasi, hilirisasi, dan penguatan ekspor bernilai tambah,” jelas Marindo.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan ekonomi Lampung tumbuh 5,09 persen pada triwulan II 2025, sedikit di atas rata-rata pertumbuhan Sumatra. Pemerintah daerah menganggap capaian itu sebagai sinyal positif, sekaligus dasar untuk mendorong lebih banyak produk hilir masuk pasar global.
Namun, tantangan Lampung tidak ringan. Selama ini sebagian besar ekspor masih berupa bahan mentah seperti kopi biji, sawit, karet, dan lada. Nilai tambahnya dinikmati negara lain yang mengolah komoditas itu. Momentum ekspor kopi bubuk diharapkan dapat mengubah paradigma daerah. “Jangan lagi Lampung hanya jadi lumbung bahan baku. Saatnya jadi pusat produk jadi,” kata Marindo.
Kementerian Koperasi dan UMKM mencatat kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia mencapai 60 persen, dengan serapan tenaga kerja 97 persen. Namun, kontribusi mereka ke ekspor baru 15,7 persen, jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang sudah mencapai 20–30 persen. Pemerintah Lampung menilai kopi robusta bisa menjadi ikon UMKM ekspor yang mendongkrak daya saing sekaligus membuka lapangan kerja baru.
Marindo menambahkan, Pemprov Lampung akan terus mendukung pelaku usaha agar berani mengekspor produk bernilai tambah. Dukungan diberikan mulai dari kualitas bahan baku, inovasi produk, hingga akses pasar melalui perjanjian dagang internasional.
Menurutnya, ekspor kopi bubuk ini akan memberi dampak ekonomi yang lebih luas. Selain meningkatkan devisa, ekspor produk hilir akan membuka lapangan kerja baru dan memperkuat posisi Lampung di pasar kopi dunia. “Kopi Lampung bukan hanya menghangatkan pagi kita, tapi juga ekonomi Indonesia,” kata Marindo.
Sementara itu, Pemilik El’s Coffee Group dan PT. Sari Alami, Elkana Arlen Riswan, menyebut ekspor perdana ini sebagai momen bersejarah bagi Lampung. Ia mengaku bersyukur mendapat dukungan pemerintah daerah, perbankan, hingga program Export Hub. “Tanpa dukungan petani, karyawan, dan seluruh elemen, kami tidak bisa sampai di titik ini,” kata Elkana. (AMD/RED1)