SETIDAKNYA ada ratusan siswa keracunan makanan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Lampung. Target zero accident Badan Gizi Nasional (BGN) seharusnya tak hanya menjadi ‘angan-angan’ atau ‘omon-omon’ belaka.
Baru-baru ini, di Bandar Lampung terdapat 247 siswa baik tingkat Sekolah dasar maupun sekolah menengah mengalami keracunan usai menyantap MBG.
Pada Agustus lalu, sekitar 25 santri di Ponpes Al Islah Lampung Timur juga mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan yang disiapkan dari program MBG. Bahkan tak sedikit harus dilarikan ke rumah sakit.
Di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, bahkan lebih dari 3000 porsi MBG di enam sekolah Bangkalan, Madura, Jawa Timur, diduga basi dan tak layak dikonsumsi.
Celakanya, temuan MBG basi itu justru diungkap oleh siswa SD yang melapor kepada gurunya bahwa lauk olahan daging sapi di paket MBG yang diterimanya pada 16 September lalu, sudah berbau tidak sedap.
Setelah itu, baru Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Madrasah, Bangkalan bergerak menarik makanan basi itu. Padahal, MBG adalah Program Prioritas Nasional Presiden Prabowo.
Hampir setahun Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dilantik. Tepatnya 20 Oktober mendatang.
Program MBG secara resmi dimulai 6 Januari 2025 lalu itu. Artinya sembilan bulan sudah program andalan untuk memenuhi kebutuhan gizi rakyat Indonesia itu berjalan.
Sejatinya, begitu mulia program MBG ini digagas Presiden Prabowo. Jika program ini berjalan baik dan maksimal, akan ada jutaan anak bangsa yang terhindar dari malnutrisi. Ada banyak juga serapan lapangan pekerjaan. Perekonomian tumbuh.
Namun celakanya, program ini belum berjalan sesuai harapan. Ini tentunya lantaran lemahnya pengawasan terhadap kualitas gizi dan keamanan pangan anak-anak sekolah.
Beruntungnya, Istana peka, mau mendengar, dan melihat potret nyata di lapangan. Bahkan, Menteri Sekretariat Negara Prasetyo Hadi secara langsung menyampaikan permintaan maaf atas kelemahan yang sejatinya menjadi tanggungjawab Badan Gizi Nasional. Dimana BGN?
Rakyat tentu amat berharap program MBG ini dapat berjalan sesuai harapan. Apalagi ini soal perut. Sedikit saja zat berbahaya yang tertelan bisa berujung maut. Alih-alih bergizi dan sehat. Tapi justru petaka yang didapat.
Memang program ini baru. Tentu masih ada kekurangan dalam pelaksanaannya. Tapi soal keracunan tentu tak dapat ditolerir. Pengawasan jangan hanya sebatas tunai kewajiban. Jangan sampai mimpi Presiden ingin memenuhi kebutuhan gizi anak Indonesia, tak diimbangi jajaran.
BGN adalah lembaga yang berisi para ahli. Badan setara kementerian yang kini gemuk harusnya sudah amat siap menciptakan formula “zero accident’. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) harus benar-benar memastikan kualitas dan standar gizi, termasuk bahan baku yang disiapkan.
Jangan sampai karena penyedia ingin mendapat pasokan dengan harga murah, mutu dan kualitas bahan makanan untuk pemenuhan gizi itu justru menjadi senyawa berbahaya. Alokasi porsi makanan juga harus diatur. Bagaimana satu dapur dapat memasak dengan jumlah ratusan atau ribuan porsi dalam semalam. Atau tempat penyimpanan seperti apa yang disiapkan agar sayur mayur, telur, ataupun daging yang dibeli dalam jumlah besar tak busuk. Informasi seperti ini masih sulit didapat publik.
Padahal, publik amat berkepentingan dengan program MBG. Sebab bisa saja, besok atau lusa anak kami yang menjadi korban keracunan. BGN jangan menutup diri. Keterbukaan informasi menjadi salah satu kunci menanamkan rasa percaya rakyat bila MBG benar-benar bergizi.