Senja ini udara begitu sejuk. Sambil menikmati kehangatan kopi yang perlahan menyusuri kerongkongan, sesekali perutku tergelitik membaca balasan tulis adinda Nizwar Affandi terhadap komentarku mengenai kritikannya terhadap Gubernur Arinal dan Wakil Gubernur Nunik.
Terlebih tulisan tersebut dipublikasikan oleh sejumlah media online kenamaan, membuat tulisan itu semakin bertuah.
Mengapa saya tergelitik? Sebab menurut saya, tulisan tersebut tak ubahnya fatwa Firaun yang terkesan edukatif namun sejatinya penuh penghakiman dan pemaksaan pendapat.
Penuh arogansi argumentasi dan kesombongan. Sengaja komentar saya terhadap kritik adinda Nizwar Affandi yang ia tulis sehari sebelumnya bernada keras. Tak lain dan tak bukan saya hanya ingin mengingatkan Affan untuk lebih bijak dalam mengeritik.
Kritik boleh tapi jangan memvonis. Bukankah KH Agus Salim pernah mengingatkan, memvonis/menghakim dalam mengeritik adalah kebodohan dalam bernarasi. Nizwar Affandi, politisi cerdas yang biasa ku panggil Affan.
Dinda Affan, tulisanku kemarin tidak bermaksud menyerang karaktermu secara pribadi atau “Ad Hominem” sebagaimana yang adinda tuduhkan. Sebab dalam tulisan tersebut telah ku sertakan beberapa data untuk membantah tulisanmu.
Namun jika Affan menilai cara saya mengomentari tulisan tersebut tetap ‘’Ad Hominem”, tentu itu hak mu. Tak masalah. Anggaplah saja saya sedang bersodakoh. Bukankah pepatah lama mengatakan “Sombong Terhadap Orang sombong Adalah Sodakoh.”
Affan ingatlah akan Qalam Ilahi “ Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil”. Dinda Affan, sengaja saya sitir ayat tersebut untuk membersamai kritik-kritik tajammu selanjutnya. Jangan ketidaksukaanmu terhadap Pak Arinal dan Bu Nunik membuat mata hatimu tak tembus pandang lagi.
Jangan menghakimi dengan memvonis Pak Arinal dan Bu Nunik telah gagal memimpin Lampung. Terlebih hanya berdasarkan data NTP, Pertumbuhan Ekonomi, dan Angka Pengangguran. Sebab data-data tersebut sangat debatable.
Lagi pula, tidak apple to apple bilamana membandingkan capaian kinerja dengan kepemimpinan sebelumnya yang tak dilanda pandemi.
Adinda tentu cerdas membaca data bila serangan virus Covid-19 telah meluluhlantahkan semua sektor. Tak terkecuali di Lampung.
Tidak kah dinda Affan melihat kinerja Pak Arinal dan Buk Nunik dari sudut pandang lain? Tidak kah dinda Affan tau berapa kali Pak Arinal dan Bu Nunik mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat di bidang pertanian? Tidak kah dinda Afan menyelami berapa kali Pak Arinal dan Bu Nunik mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat di bidang peningkatan SDM?
Tidak kah pula Afan mengindrai berapa kali Pak Arinal dan Bu Nunik mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat di bidang pendidikan? Tidak kah dinda Afan memafhumi berapa kali Pak Arinal dan Bu Nunik mendapatkan pujian dari pemerintah pusat atas kinerja penanganan Covid 19 di Lampung? Ayo buka mata dan buka hati. Jangan selalu menilai hasil, belajarlah memahami proses.
Sengaja saya tidak melampirkan data-data untuk mengkonter argumentasimu secara spesifik dalam tulisan ini dinda Affan. Jujur, saya sudah kehilangan minat dalam berdebat kusir melalui tulisan.
Masa-masa seperti ini sudah saya lalui satu dasawarsa lalu. Saat ini, saya lebih tertarik berdiskusi secara ilmiah dalam suatu forum. Hipotesa atas diskusi tersebut kita sempurnakan menjadi rekomendasi program kerja yang akan kita distribusikan pada eksekutif dan legislatif. Dengan begitu, maka kritik kita akan lebih bermakna dan bermanfaat untuk kemajuan pembangunan Lampung.
Saya terpaksa responsif lantaranya sejatinya, MKRG sebagai salahsatu organisasi sayap Partai Golkar memberikan kritik, saran, dan masukan yang solutif. Bukan sebaliknya, melontarkan kritik liar seakan-akan memvonis tanpa dilandasi niatan yang luhur untuk kemaslahatan rakyat Lampung yang Berjaya. Wassalam.
Penulis :
Jakarta, 14 November 2021
Aprozi Alam