Bandar Lampung (dinamik.id) – Belakangan ini kasus kekerasan seksual marak terjadi, bahkan diduga akan mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Kekerasan seksual itu bukan semata didorong oleh hasrat seksual melainkan terdapat bangunan budaya yang menjadi pemicunya.
Berdasarkan wawancara dengan Direktur Exsekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Ana Yunita pada Senin, 14 November 2022, mengatakan budaya patriarki yang terlanjur dilanggengkan di masyarakat adalah akar dari kekerasan seksual.
“Laki-laki menonjolkan sifat kekerasan atau superior dihadapan perempuan, karena dengan itu sifat maskulinnya bisa diakui. Bisa terlihat juga seperti orang tua yang mendorong anaknya untuk apel di malam minggu, dan seperti di tongkrongan anak muda misalnya berhubungan seksual dengan pacar adalah sesuatu yang di apresiasi sebagai jantan, jika tidak dikatai cupu atau culun,”paparnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sifat Kejantanan telah menjadi kultur yang dilangengkan ditengah masyarakat dan menjadi budaya yang dibenarkan. Kultur itu ibarat invisible power yakni kekuasaan yang tidak terlihat hingga mempengaruhi tindakan kita. Sementara struktur atau kebijakan yang ada di tengah masyarakat cenderung membenarkan budaya semacam itu”tambahnya.
Akar persoalaan dari kekerasan seksual terdapat pada budaya atau nilai-nilai, maka menurut Ana sapaan akrabnya harus ada nilai baru yang perlahan ditanamkan ke masyarakat untuk mengubahnya.
“Jika dulu maskulin laki-laki adalah yang gonta-ganti pacar, sekarang ditanamkan nilai lelaki yang jantan adalah yang menghormati perempuan. Jika dulu laki-laki yang hebat adalah yang bisa berhubungan badan dengan perempuan, maka sekarang diganti laki-laki yang hebat itu yang bisa menjaga perempuan,”lanjutnya.
“Kami memperkuat kawan-kawan muda yang tergabung dalam kelompok Muli Leadership (Kepemimpinan Perempuan) yang bertujuan untuk merekonstruksi nilai-nilai partriarki yang tidak berpihak pada perempuan,” tutupnya (Sandi)