Bandar Lampung, (dinamik.id) — Kelompok Studi Kader (KLASIKA) kembali menggelar program rutin tahunan, Kuliah Ramadan (KURMA) dalam beberapa sesi di Rumah Ideologi KLASIKA. Chapter I dilaksanakan pada Senin, 10 maret 2025.
Kurma tahun ini Mengangkat tema “Indonesia Gelap?”, kegiatan ini membahas fenomena keresahan publik terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang semakin kompleks, terinspirasi dari viralnya tagar #IndonesiaGelap.
Direktur KLASIKA, Ahmad Mufid, menjelaskan bahwa istilah “gelap” dalam tema ini mencerminkan berbagai bentuk krisis yang dialami masyarakat Indonesia, mulai dari ketidakpercayaan terhadap pemerintah akibat kasus korupsi dan pelanggaran HAM, hingga ketidakstabilan ekonomi serta ketimpangan sosial yang semakin melebar.
“Fenomena ini bukan sekadar tren digital, tetapi merupakan ekspresi nyata dari keresahan masyarakat terhadap kondisi yang mereka hadapi. Pertanyaannya, apakah ‘kegelapan’ ini benar-benar berasal dari situasi Indonesia yang semakin kompleks, atau justru dari kita sendiri yang mulai kehilangan daya kritis dalam menyikapi realitas?” ujar Mufid dalam sambutannya.
Untuk memperdalam pembahasan, KURMA Chapter I menghadirkan dua narasumber, yakni Ahmad Basuki (Anggota DPRD Provinsi Lampung) dan Deddy Indra Prayoga (Pengurus PB PMII).
Keduanya membawakan subtema “Indonesia Gelap?: Medan Kreativitas Manusia Modern”, yang menyoroti peran kreativitas sebagai alat bagi individu, aktivis, dan politisi dalam menghadapi tantangan sosial.
Dalam pemaparannya, Ahmad Basuki menyoroti peran KLASIKA sebagai ruang intelektual yang penting di tengah keterbatasan pendidikan kritis di Indonesia.
“KLASIKA adalah tempat mengasah intelektualitas dan menyemai kesadaran kritis. Di tengah kegagalan pendidikan konvensional dalam membentuk pemikiran transformatif, tempat seperti ini menjadi aset penting bagi Lampung,” katanya.
Menurutnya, pendidikan kritis seperti yang diterapkan di KLASIKA adalah bagian dari “lilin-lilin kecil yang menyibak kegelapan”, memberikan harapan dalam dunia intelektual yang semakin sempit.
Sementara itu, Deddy Indra Prayoga menekankan bahwa fenomena #IndonesiaGelap adalah refleksi dari kegelisahan masyarakat atas berbagai gejolak yang terjadi.
Ia mengajak peserta untuk mengidentifikasi bentuk kegelapan dari aspek politik, ekonomi, dan sosial-budaya, serta mencari solusi dengan mengedepankan kreativitas.
“Kegelapan ini bisa jadi bukan hal baru, tetapi terjadi dengan bentuk dan intensitas yang berbeda. Kita perlu meresponsnya secara ideal, baik sebagai intelektual, pemuka agama, aktivis, maupun politisi, agar demokrasi dan kesejahteraan sosial tidak semakin terhambat,” jelasnya.
Deddy juga menekankan, kreativitas tidak hanya berkaitan dengan seni atau inovasi teknologi, tetapi juga melibatkan pola pikir kritis, strategi gerakan sosial, serta metode komunikasi yang mampu menggugah kesadaran publik.
“Kreativitas harus mencakup kebaruan, inovasi, serta gagasan atau ide yang mampu menjawab tantangan zaman. Kita butuh kreativitas kolektif-kolaboratif yang berdialektika agar mampu bertahan, beradaptasi, dan menciptakan perubahan,” pungkasnya (Amd)