Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menginstruksikan kepala daerah segera mengambil tindakan cepat untuk menstabilkan/mengendalikan harga, khususnya di daerah-daerah yang saat ini mencatatkan angka inflasi tinggi.
Berdasarkan data Mendagri, daerah yang mengalami kenaikan harga komoditas utama pada minggu ketiga Juli 2025 meningkat dibandingkan minggu kedua. Misalnya, kenaikan harga bawang merah yang sebelumnya terjadi di 260 daerah, kini menjadi 277 daerah.
Selain itu, komoditas cabai rawit dari 250 daerah bertambah menjadi 258 daerah. Sementara itu, beras mencatat lonjakan paling signifikan, dari 178 daerah menjadi 205 daerah yang mengalami kenaikan harga. Kondisi ini menjadi perhatian serius mengingat ketiga komoditas tersebut berkontribusi besar terhadap laju inflasi di berbagai wilayah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tolong data ini betul-betul dipakai dan jadi warning untuk daerah-daerah yang (inflasinya) di atas 3 (persen), tolong segera untuk melakukan rapat, jangan diam. Para kepala daerah minimal segera, segera memimpin rapat dengan dinas-dinasnya, dengan BPS (Badan Pusat Statistik), kemudian dengan para asosiasi pedagang di daerahnya masing-masing,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Mendagri mengingatkan seluruh pihak bahwa Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian khusus terhadap inflasi daerah. Bahkan, dalam sebulan, Presiden bisa dua kali menanyakan langsung kepada Mendagri soal situasi inflasi terkini, komoditas penyumbangnya, serta wilayah-wilayah yang terdampak. Presiden meminta laporan, terutama untuk komoditas utama seperti beras.
Menurut Tito, fokus utama pengendalian inflasi harus diarahkan pada kebutuhan pokok rakyat. Ia menyoroti komoditas beras sebagai prioritas nomor satu karena menyangkut konsumsi harian masyarakat.
“Harga beras ini menjadi atensi nomor satu Bapak Presiden, karena ini memang komoditas yang perlu diamankan. Di negara ini yang paling penting ada dua, satu adalah komoditas beras karena itu lahirnya Bulog untuk mengatur masalah beras. Yang kedua adalah BBM, Bahan Bakar Minyak terutama, karena kalau dua itu naik dampaknya langsung ke masyarakat bawah,” tegasnya.
Ia mengaitkan langkah pengendalian inflasi ini dengan momen peluncuran kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih oleh Presiden di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Dalam peluncuran tersebut, Presiden menyebut produksi beras di Indonesia luar biasa. Namun, ironisnya, harga beras naik karena adanya praktik curang pengoplosan.
“Kemarin di Klaten bahwa Bapak-Ibu mungkin nonton, juga bisa buka beritanya, sekarang headline semua pagi ini, yang isinya adalah ya ada bahasanya disebut dengan vampir. Artinya menghisap darah rakyat. Bayangkan rakyat harusnya ditolong dengan pangan saat ini yang berlimpah, tapi harganya naik karena praktik oplosan,” tegasnya.
Ia menyebut praktik semacam itu sebagai bentuk penghisapan terhadap rakyat, bahkan dalam situasi pangan berlimpah. Hal ini diperparah oleh ketimpangan distribusi di daerah terpencil atau yang tertutup secara geografis seperti Papua Tengah maupun beberapa wilayah di Sulawesi yang dekat dengan sentra produksi, namun tetap mengalami harga tinggi. (INT)