Bandarlampung—(dinamik.id) Pekan lalu, Universitas Lampung (Unila) dihebohkan dengan adanya karangan bunga yang dikirimkan oleh para alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dengan isi pesan duka atas wafatnya kebebasan berorganisasi di Unila. Peristiwa disinyalir karena telah setahun lebih BEM Unila mati suri karena sengketa Pemilihan Raya Presiden Mahasiswa pada 2021 silam .
Sebagai alumni dari Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Unila, Penulis terpantik dengan keadaan tersebut. Informasi tambahan yang penulis terima dari teman-teman mahasiswa, ternyata kondisi mati suri juga dialami BEM FISIP Unila yang telah vakum/mengalami kekosongan kepemimpinan sejak empat tahun lebih.
Menurut Prof. Yulianto selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan memastikan tidak ada organisasi mahasiswa di lingkungan kampus hijau yang mati suri atau dikekang kebebasannya. Ada sebuah paradigma,nafas dan kerangka kerja kegiatan aktifitas mahasiswa secara idealnya adalah “dari mahasiswa, untuk mahasiswa”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Intervensi Rektorat mengatur jalannya demokrasi kampus tertuang pada Pasal 26 poin 1 Peraturan Rektor (Pertor) Unila Nomor 18 Tahun 2021, berbunyi; Panitia pemilihan raya Unila dibentuk oleh Rektor dengan Keputusan Rektor. Selain BEM, terdapat Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) selaku legislator yang bertugas membentuk Peraturan Mahasiswa Universitas yang notabene isi peraturan tersebut merujuk pada aspirasi yang telah diserap dari para mahasiswa, peraturan mahasiswa tersebut juga seharusnya mengatur aturan penyelenggaraan teknis pemilihan raya dan membentuk anggotanya.
Penulis sepakat bahwa sebuah Pertor dibuat untuk menata aktivitas mahasiswa, sebagai ruang untuk mengembangkan kreatifitas, dan diharapkan dapat mampu memfasilitasi penyelesaian konflik.
Namun penulis menyayangkan, pertor tersebut terkesan sangat birokratis karena banyaknya kewajiban mahasiswa untuk melengkapi kewajiban administrasi, kewajiban koordinasi mengenai aktifitas yang membutuhkan persetujuan rektorat terlebih dahulu. dan terdapat isi pasal berulang mengenai sanksi apabila mahasiswa melakukan pelanggaran.
Semoga persoalan kevakuman organisasi mahasiswa menemukan titik temu. Penulis berharap restorasi dapat terjadi dengan jalan yang damai. Sehingga penantian adanya Presiden Mahasiswa Unila dan Gubernur BEM FISIP yang sah bisa segera menghidupkan kembali semangat gerakan dan pengabdian mahasiswa untuk masyarakat.
Banyak sekali kesulitan yang telah dialami masyarakat, seharusnya berbagai gerakan mahasiswa Unila dapat hadir untuk turut kritis menuntut sebuah penyelenggaraan pemerintah yang baik.
Pun begitu dengan para pejabat rektorat, penulis menyayangkan dengan jabatan serta gelar yang dimiliki oleh para pejabat rektorat jarang penulis temui statement, opini, serta saran kebijakan yang di kemukakan di ruang public.
Sebuah korelasi yang dapat digambarkan minimnya aktifitas tersebut apakah dikarenakan terlalu sibuknya pejabat rektorat turut serta andil dalam kehidupan mahasiswa. Hal ini mungkin juga karena masih minimnya referensi atau bacaan yang tidak terakses oleh penulis karena keterbatasan.
Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis mengambil contoh seringkali penulis temui opini dan pemikiran berupa tulisan dari Bapak
Dr.Syarief Makhya (Akademisi FISIP Unila) yang merespon apa yang terjadi terhadap persoalan bangsa maupun daerah.
Bayangkan apabila pemikiran, baik itu merupakan kritik dan saran kepada pemerintah juga diberikan oleh para akademisi yang saat ini memiliki title jabatan, pengaruhnya akan terasa lebih besar.
Semangat memperbaiki kehidupan, alternative kebijakan yang bersumber dari kalangan intelektual diharapkan dapat lebih mudah dicapai dan menjadi prioritas kebijakan oleh para pemangku kebijakan.
Nelson Mandela pernah bilang, “Education is the most powerful weapon, which you can use to change the world”. Mungkin saja, setelah titik temu bertemu, akademisi – mahasiswa dapat berkolaborasi memberikan kontribusi gerakan dan pemikiran untuk perubahan yang lebih baik terutama untuk Provinsi Lampung yang sama-sama kita cintai.
Untuk memfasilitasi hal tersebut, penulis concern dan tertarik membahas mengenai Peraturan Daerah Provinsi Lampung nomor 6 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Lampung tahun 2005 – 2025, yang menargetkan visi pembangunan jangka panjang untuk “Lampung yang Maju dan Sejahtera 2025”.
Sebuah momentum yang mungkin bisa direfleksikan oleh para akademisi dan mahasiswa, sudah sejauh mana progress kemajuan Provinsi Lampung saat ini. Wallahualam Bis sawab.
*Penulis juga merupakan Wakil Gubernur BEM FISIP Unila 2015/2016*