Bandar Lampung (dinamik.id) – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri (KOPRI) Cabang Bandar Lampung menggelar Dialog Menyoal Hak Asasi Manusia (HAM) yang diselenggarakan pada Rabu, 21 Desember 2022, di Gedung Serba Guna (GSG) Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan (UIN RIL) Lampung.
Dialog tersebut bertajuk WOMEN’S AND HUMAN RIGHT “Menelisik Posisi Perempuan dalam Penegakan HAM di Indonesia” dengan menghadirkan narasumber diantaranya Anggota DPRD Provinsi Lampung Dra. Jauharoh Haddad, Kadis PPPA Kota Bandar Lampung Mei Diana Sari S.H, M.M, Direktur YLBHI LBH Kota Bandar Lampung bang Sumaindra Jawardi S.H dan Koordinator Gusdurian Lampung Ahmad Suban Rio.
Ketua KOPRI Bandar Lampung Diana Berliyani S.E mengatakan dialog tersebut dihelat sebagai upaya menarasikan wacana-wacana terkait perempuan. Terutama menyangkut perannya untuk mewujudkan haknya sebagai manusia.
Sementara itu, Mei Diana Sari menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui dinas PPPA telah mendukung terpenuhnya hak-hak perempuan.
Upaya tersebut tercermin melalui pemberdayaan melalui PKK dan gabungan berbagai organisasi perempuan di Kota Bandar Lampung, penguatan antar jejaring, antar lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak kepada aktivis perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat di Kota Bandar Lampung.
Selanjutnya Jauharoh Haddad mengatakan bahwa pemerintah sangat mengakomodir kepentingan-kepentingan perempuan. Hal itu bisa dilihat dalam regulasi atau kebijakan-kebijakan.
“Regulasi yang mendukung hak perempuan, kemudian pengawalan regulasi-regulasi tersebut hingga dengan mensosialisasikannya sampai ke akar rumput yakni dalam kehidupan masyarakat umum,”tegasnya.
Ditempat yang sama Sumaindra Jawardi mengatakan pemenuhan hak-hak perempuan perlu dihormati dan dijunjung tinggi bahkan harus dilindungi karena perempuan saat ini ada pada situasi yang terkungkung pada ketidakadilan struktural baik itu di bidang ekonomi, sosial, politik bahkan budaya.
Dalam koridor keterwakilan perempuan di panggung politik sangat sulit untuk memenuhi kuota standar, hal ini mencerminkan minimnya peran perempuan. Meski regulasi telah mendukung peran perempuan, tetapi faktanya perempuan masih terjebak dalam situasi ketidakadilan struktural.
“Oleh karena itu, diperlukan perubahan paradigma untuk mengantikan cara pandang lama yang sudah dikonstruksikan di tengah masyarakat.”
Sedangkan Ahmad Suban Rio sebagai pembicara terakhir mengatakan berbicara mengenai HAM berarti bicara juga soal hak perempuan.
Menurutnya terdapat situasi yang terputus antara regulasi pemerintah dengan penerapannya di masyarakat. Oleh sebab itu, musti terdapat kelompok-kelompok intelektual yang mengkampanyekan regulasi-regulasi tersebut hingga ke akar rumput. (Sandi)