Bandarlampung (dinamik.id) – Provinsi Lampung yang terkenal dengan keindahan alamnya dan pantainya yang memukau, ternyata juga memiliki daya tarik kuliner yang unik. Selain dikenal sebagai “Pantai Mendunia,” Lampung terkenal akan memproduksi pisang yang sangat besar.
Pisang sering dijadikan oleh-oleh bagi para wisatawan yang berkunjung ke sana. Namun, seberapa besar dampak produksi pisang ini terhadap lingkungan, terutama dalam hal limbah kulit pisang?
Pada tahun 2019, Provinsi Lampung menghasilkan total produksi pisang sebanyak 1.202.789,6 ton atau sekitar 16,52% dari total produksi nasional. Dengan jumlah produksi pisang yang sangat besar, sulit membayangkan betapa banyaknya limbah kulit pisang yang dihasilkan setiap tahun di Lampung.
Menghadapi permasalahan ini, tim PKM-RE 2023 dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang terdiri dari Norbertus Marcell, Rais Amaral Haq, Maureen Angelica, Gasela Zalianti, dan Vania Risyhade, telah memutuskan untuk mencari cara memanfaatkan limbah kulit pisang dalam bidang medis.
Gazela, salah satu anggota tim PKM ini, menjelaskan, “Limbah kulit pisang selama ini dibuang dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Kami sebagai calon tenaga kesehatan melihat limbah kulit pisang berpotensi menjadi obat untuk ulkus diabetikum.”
Penelitian tim ini menemukan bahwa kulit pisang mengandung berbagai senyawa seperti tanin, flavonoid, saponin, alkaloid, dan fenol. Senyawa-senyawa ini dianggap memiliki potensi dalam pengobatan ulkus diabetikum.
Diabetes, yang merupakan penyakit metabolik dan tidak menular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum di Indonesia. Data tahun 2020 menunjukkan bahwa satu dari 25 orang Indonesia menderita diabetes.
Diabetes terjadi ketika kadar gula dalam tubuh meningkat, yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan gula secara efektif, akibat kurangnya insulin atau kerusakan pada hormon insulin.
Jika tidak ditangani dengan baik, diabetes dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Salah satunya adalah kerusakan pada saraf tepi yang mengurangi sensitivitas tubuh terhadap rangsangan, seperti luka yang mungkin terjadi pada kaki.
Kadar gula yang tinggi juga dapat memperlambat proses penyembuhan luka, memperparah luka, dan pada akhirnya menyebabkan ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum adalah luka terbuka yang terinfeksi oleh bakteri dan memerlukan amputasi jika tidak ditangani dengan cepat dan baik.
Tim PKM-RE 2023 dari Fakultas Kedokteran ( FK ) Universitas Lampung ( Unila ) telah melakukan penelitian yang menjanjikan tentang pemanfaatan kulit pisang untuk penyembuhan ulkus diabetikum.
Hasil penelitian mereka menunjukkan, ekstrak kulit pisang mempercepat penyembuhan luka pada hewan yang diuji dan memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk mempercepat penyembuhan ulkus diabetikum.
“Kami berharap hasil penelitian kami dapat menjadi dasar untuk penelitian berikutnya,” kata Norbertus Marcell, salah satu anggota tim.
Penelitian ini diharapkan juga dapat membantu meningkatkan aspek estetika dalam proses penyembuhan ulkus diabetikum.
Dengan penelitian yang menarik ini, masyarakat Lampung dan seluruh Indonesia berharap bahwa potensi kulit pisang dalam bidang medis akan membantu mengatasi masalah ulkus diabetikum dan mengurangi angka amputasi yang disebabkan oleh penyakit ini. (Naz)