Bandar Lampung – Aliansi Komando Aksi Rakyat (AKAR) Lampung kembali menyalakan api perlawanan dengan tuntutan yang tak lagi asing bagi publik terkait dugaan pengemplangan pajak oleh PT SGC.
Surat resmi yang mereka layangkan ke Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, menggemakan keresahan yang sudah lama dirasakan masyarakat, Selasa, 24 September 2024 lalu.
Indra Musta’in, Ketua DPP AKAR Lampung, menegaskan bahwa isu ini bukan sekadar masalah perpajakan semata. “Ini lebih dari sekadar pengemplangan pajak. PT SGC terlibat dalam berbagai pelanggaran mulai dari dugaan penyerobotan lahan, cacat hukum dalam HGU, KKN, pencemaran lingkungan, hingga pengemplangan pajak,” tegas Indra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
AKAR Lampung, sebagai gerakan yang berakar pada perjuangan masyarakat, terus mendesak agar setiap kezaliman dan pelanggaran hukum yang dilakukan PT SGC diusut hingga tuntas. Indra mengungkapkan bahwa permasalahan ini sudah menjadi rahasia umum, bahkan di kalangan penegak hukum.
“Namun, besarnya kekuatan kapital dan eratnya hubungan antara petinggi perusahaan dengan pejabat negara membuat perusahaan ini seolah kebal hukum,” ujarnya.
Harapan besar kini ditumpukan pada Komisi II DPR RI. Surat yang mungkin terlihat sederhana ini menyimpan ekspektasi yang mendalam dari rakyat Lampung, yang berharap para wakil mereka di Senayan bergerak membela kepentingan rakyat, bukan sekadar formalitas belaka.
“Kami berharap DPR RI dapat bersikap independen dan turun tangan menyelesaikan berbagai persoalan di Provinsi Lampung,” tambah Indra.
Ketua Bidang Advokasi AKAR Lampung, Rian Bima Sakti, juga turut angkat suara. Baginya, surat audiensi ini bukan sekadar dokumen formal, melainkan jembatan bagi rakyat untuk menyampaikan keresahan mereka.
“Dukungan terhadap perjuangan rakyat yang mencari keadilan sangat penting. Kami berharap DPR RI benar-benar memperhatikan setiap keluhan yang kami sampaikan,” jelasnya.
Rian juga menyoroti dugaan KKN dan pelanggaran hukum di masa kepemimpinan mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. Ia mengingatkan publik tentang kebijakan kontroversial yang dikeluarkan saat pandemi COVID-19 sedang memuncak.
“Ketika semua orang fokus menghadapi pandemi, Gubernur Lampung saat itu, Arinal Djunaidi, menerbitkan Peraturan Gubernur No. 33 Tahun 2020 yang melegalkan panen tebu dengan cara membakar. Ini hanya menambah masalah di tengah krisis,” ungkap Rian.
Di balik setiap pernyataan yang disampaikan, tersirat kegeraman dan keinginan kuat untuk perubahan. Kini, masyarakat Lampung menanti dengan waspada, apakah DPR RI akan benar-benar turun tangan atau justru membiarkan kasus ini tenggelam seiring waktu, seperti angin yang berlalu.