Bandar Lampung, (dinamik.id) — Pasca banjir besar yang melanda Kota Bandar Lampung, khususnya di Kecamatan Panjang, gelombang aksi protes mulai bermunculan dari berbagai elemen masyarakat.
Mereka bersuara secara terbuka di ruang-ruang publik dan media sosial, menuntut pemerintah Kota Bandar Lampung segera mengambil langkah konkrit atas bencana yang sudah menelan korban jiwa.
Namun, di tengah upaya menyuarakan keprihatinan, muncul gerakan aksi dari masyarakat panjang yang terdampak banjir menolak Aksi di depan kantor walikota yang mendesak Pemkot. Aliansi Masyarakat panjang justru mendukung langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota Bandar Lampung dalam penanganan banjir dan memberi apresiasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Narasi Pro-Kontra terkait penanganan banjir di Kota tapis Berseri ini pun liar di media sosial dan berpotensi memicu konflik horizontal dan dapat memperkeruh suasana dan menjauhkan fokus dari persoalan utama: penyelesaian banjir.
Ketua Divisi Riset, Penelitian, dan Pendidikan LBH Dharma Loka Nusantara, Ahmad Suban Rio, melihat fenomena ini sebagai sinyal ‘bahaya’.
“Perbedaan pandangan adalah hal lumrah dalam masyarakat demokratis, namun masalah banjir ini adalah persoalan nyata yang menyangkut keselamatan jiwa dan masa depan kota,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan banjir bukan lagi soal siapa yang mendukung atau menolak Aksi. Ini adalah soal keselamatan jiwa dan keberlangsungan hidup masyarakat.
“Ini bukan soal pro atau kontra terhadap aksi, tetapi soal bagaimana kita bersama-sama menuntut pemerintah agar segera bertindak,” katanya.
Rio juga mengkritik keras gaya walikota Bandar Lampung, Eva Dwiana yang dianggap terlalu sibuk dengan pencitraan alih-alih menyelesaikan akar persoalan. Ia menilai aksi turun ke lapangan oleh Wali Kota Eva Dwiana yang terkesan hanya untuk pencitraan semata, tidak akan menyelesaikan akar persoalan.
“Kinerja nyata, transparansi, dan komitmen jangka panjang yang dibutuhkan — bukan sandiwara empati di hadapan kamera,” tegasnya.
Total delapan warga telah kehilangan nyawa dalam banjir di Kota Bandar Lampung. Delapan keluarga berduka. Bagi Rio, angka itu bukan hanya statistik, tetapi tamparan keras bagi siapapun yang masih melihat persoalan ini sebagai politis semata.
Ia menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk tetap bersatu dalam perjuangan menuntut keadilan lingkungan dan tata kota yang lebih manusiawi.
“Warga harus bersatu dan Wali Kota Eva Dwiana, berhenti bermain-main dengan masalah banjir. Warga tidak butuh simpati palsu. Warga butuh solusi,” pungkasnya.(amd)