Bandar Lampung, (Dinamik.id) — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menghadapi tantangan baru, yakni penanganan limbah. Volume sampah yang dihasilkan dari dapur program MBG dinilai berpotensi mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung, timbulan sampah dari seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mencapai 101 ton per hari yang berasal dari sekitar 450 dapur atau SPPG yang telah aktif beroperasi dan tersebar di 15 kabupaten/kota di Provinsi Lampung.
Menanggapi hal ini, sekretaris Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Elly Wahyuni, mendorong agar limbah dari program MBG tidak terbuang percuma, melainkan diolah kembali menjadi produk bermanfaat seperti pupuk dan pakan ternak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, program MBG memiliki banyak manfaat karena mampu menggerakkan perekonomian dari tingkat akar rumput. Ia menilai, keberadaan program ini tidak hanya membantu masyarakat memperoleh makanan bergizi, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi petani, peternak, hingga nelayan.
“Program MBG ini sangat besar manfaatnya. Dari peternak, petani, sampai nelayan bisa hidup. Bahkan juga menyerap ribuan tenaga kerja,” ujar Elly.
Namun, ia menekankan pentingnya pengawasan pemerintah terhadap limbah MBG agar tidak mencemari lingkungan. Ely meminta pemerintah untuk konsisten melakukan pemantauan dan memanfaatkan limbah yang dihasilkan dari dapur MBG.
“Kami minta pemerintah benar-benar melakukan pengawasan. Saya lihat di media sosial, ada pengusaha di Bandar Lampung yang sudah mengolah limbah MBG menjadi pupuk. Ini contoh baik yang perlu didorong,” jelasnya.
Politisi Gerindra ini juga menambahkan, sebagian besar limbah MBG berasal dari sisa sayuran yang sebenarnya dapat diolah menjadi pupuk organik atau pakan ternak seperti ayam, bebek, dan ikan. Karena itu, ia mendorong adanya pelatihan dan sosialisasi kepada pengelola dapur MBG maupun yayasan yang terlibat, agar mampu mendaur ulang limbah menjadi produk bernilai ekonomi.
“Limbah MBG bukan limbah berbahaya. Justru bisa dimanfaatkan. Pemerintah perlu membuka ruang dan pelatihan agar dapur MBG atau yayasan bisa mengolah limbah ini menjadi pupuk dan pakan,” imbuhnya.
Dengan langkah tersebut, Ely berharap pengelolaan program MBG ke depan tidak hanya berorientasi pada penyediaan makanan bergizi, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan. (Amd)











