Bandar Lampung, (Dinamik.id) — Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (LHP BPK) DPRD Provinsi Lampung mengungkap sejumlah temuan penting terkait dengan pengelolaan keuangan di sektor kesehatan, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM).
Dalam rapat paripurna DPRD yang digelar pada Selasa, 17 Juni 2025, juru bicara pansus, Budhi Condrowati menyampaikan sejumlah catatan krusial yang mengindikasikan lemahnya tata kelola keuangan rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.
Salah satu temuan yang mencuat menyangkut pembangunan infrastruktur rumah sakit. Terdapat kelebihan pembayaran atas kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi belanja modal gedung dan bangunan yaitu pembangunan ruang CATHLAB sebesar Rp 69.438.687.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, terdapat potensi kelebihan pembayaran kekurangan volume atas penyedia jasa konstruksi pembangunan gedung nuklir Rp 896.867.485,74. Dan potensi kekurangan penerimaan denda keterlambatan sebesar Rp 370.185.534,39.
Tak hanya itu, RSUDAM dinilai keliru dalam melakukan penganggaran. Terdapat kesalahan penganggaran dalam pengalokasian anggran belanja yang seharusnya menggunakan klsifikasi belanja modal supaya menghasilkan aset tetap, tapi justru menggunakan belanja barang dan jasa sebesar Rp 9.243.014.000.
Masalah lainnya terdapat kelebiharı pembayaran terhadap realisasi belanja gaji dan tunjangan PNS yang harus segera disetorkan ke kas daerah sebesar Rp 17.704.200.
Pansus juga menyoroti aspek penatausahaan dan Pengelolaan Persediaan barang yang dinilai tidak optimal.
“Pengurus barang dan petugas gudang tidak mencatat seluruhnya mutasi keluar masuk barang sehingga berpotensi penyimpangan barang,”katanya.
Oleh karena itu, Condrowati mengatakan, Pansus LHP BPK merekomendasikan Direksi rumah sakit harus melakukan reformasi tata kelola keuangan dan aset, khususnya dalam penganggaran, klasifikasi belanja, serta pengawasan fisik atas proyek konstruksi.
“Langkah penting meliputi penguatan peran SPI, optimalisasi e-logistik, dan sanksi tegas terhadap rekanan yang wanprestasi. Temuan-temuan keuangan akan dikategorikan sebagai kelalaian dalam pengelolaan dana publik sektor kesehatan dan dapat dikenai pidana korupsi,” pungkasnya. (Amd)