Bandar Lampung (dinamik.id) – Sidang Praperadilan SP3 Polda Lampung memasuki tahapan pemeriksaan saksi dan ahli pada Kamis, 01 Desember 2022 bertempat di Pengadilan Negeri Tanjung Karang.
Dari pihak pemohon menghadirkan 3 orang saksi serta 1 saksi ahli berasal dari Akademisi Universitas Lampung yakni Dr. Edi Rifai M.H. Sementara pihak termohon menghadirkan 2 orang saksi dari pihak Polri.
Semula, pihak pemohon praperadilankan polda Lampung karena putuskan SP3 melalui gelar perkara tanpa proses pemanggilan ke pihak pelapor yakni Farid Firmansyah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, Tim kuasa hukum dari Bidkum Polda Lampung Yulizar Fahrulrozi Triassaputra mengatakan proses pemberhentian penyidikan atas laporan pemalsuan tanda tangan tersebut tidak sesuai dengan hasil laboratorium forensik (labfor) cabang palembang yang mendapatkan hasil identik yakni tanda tangannya asli.
Dalam sidang tahap pemeriksaan saksi tersebut, Kuasa Hukum pemohon Yogi Syahputra PJ S.H mengatakan pihaknya melalui sidang ini menargetkan proses penyelidikan terkait kepemilikan tanah tersebut bisa dilanjutkan kembali.
Sebagaimana keterangan saksi termohon, Laboratorium forensik tidak bisa dilakukan dua kali pada objek yang sama. Namun bisa dilakukan penyidikan kembali jika terdapat keputusan dari hakim saat sidang Praperadilan SP3 ini.
Menurut Yogi, Laboratorium Forensik waktu itu dilakukan di Palembang, pihaknya dan Bripka Hendra sebagai penyidik yang melakukan proses ke Labfor.
Pihaknya dengan Hendra berangkat tiga kali ke Palembang. Pada pemberangkatan ketiga kalinya hasil labfor keluar dan tidak sesuai dengan pembanding pihaknya.
Saksi Pemohon, Juliadi mengatakan, pihaknya telah menyiapkan 7 pembanding yang non identik. Tetapi hasil Labfor tersebut justru identik.
Menurutnya, Bripka Hendra mencari pembanding sendiri. Terpisah, Yulizar selaku kuasa hukum Polda Lampung mengatakan berkas pembanding hadir dengan prinsip netralitas yang mengakomodir berkas terlapor dan pelapor.
Juliadi melanjutkan, terkait surat akte jual beli yang dimiliki Zainuddin Sembiring (ZS) sebagai pihak terlapor terdapat ketidaksesuaian.
“Orang tua saya meninggal pada umur 46 tahun, sementara di akte jual beli mereka transaksi ZS dengan orang tua saya saat berumur 58 tahun,” kata dia.
“Selanjutnya terkait lokasi, tepatnya 3 lokasi yang dikuasai oleh ZS terdapat ketidaksesuain, semestinya aktenya satu saja”tutupnya (Sandi)