Bandar Lampung (dinamik.id) – Network for Indonesian Democratic Society (NETFID) Lampung pertanyakan rendahnya partisipasi Pilkada Lampung 2024. Anggaran besar seyogyanya dapat diiringi dengan partisipasi pemilih sesuai target, bukan sebaliknya nyaris tak memenuhi 50% plus satu.
Berdasarkan rekapitulasi suara sementara KPU Lampung untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, angka partisipasi hanya 52,03%. Lalu, angka partisipasi Pilkada Bandar Lampung hanya 52,10%. Angka ini jauh panggang dari target KPU 75%.
Ketua Netfid Lampung, Kausar Jumahir Lesen, mengatakan hal ini merupakan sinyal adanya masalah serius dalam demokrasi lokal, timbang terbalik dari besarnya anggaran yang digelontorkan untuk persoalan tersebut, Senin, 2 November 2024.
Menurut Kausar, rendahnya partisipasi ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam mendorong keterlibatan masyarakat. “Ini bukan hanya soal teknis pemilu, tetapi lebih mendalam, terkait bagaimana publik melihat efektivitas demokrasi di tingkat lokal, target KPU sebesar 75% partisipasi menunjukkan ketidaksesuaian antara harapan dan realitas yang terjadi di lapangan,” tegasnya.
Ketika ditanya apakah rendahnya partisipasi menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu atau kualitas kandidat, Kausar menjelaskan bahwa hal tersebut harus menjadi autokritik dan memberikan dedikasi yang masif dan berintegritas agar masyarakat dapat kembali antusias dalam memilih momentum demokrasi selanjutnya.
“Ini jelas alarm keras. Publik mungkin merasa para kandidat tidak menawarkan solusi nyata atas permasalahan mereka. Ditambah lagi, ada kejenuhan politik yang membuat masyarakat apatis terhadap proses pemilu,” paparnya.
Ia juga menyoroti bahwa angka partisipasi yang serupa di tingkat nasional, seperti di Jakarta (58%) dan Sumatera Utara (55%), mengindikasikan bahwa masalah ini bukan hanya lokal, tetapi tren yang harus diwaspadai di seluruh Indonesia.
Terkait langkah evaluasi, Kausar menekankan pentingnya keterbukaan dan keberanian penyelenggara pemilu dalam menerima kritik. “Evaluasi itu harus menyentuh akar masalah, bukan sekadar menjadi dokumen yang selesai di atas kertas. KPU perlu melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh masyarakat untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas,” tegasnya.
Ia juga mendorong KPU untuk melakukan inovasi dalam sosialisasi dan pelibatan generasi muda. “Media sosial dan platform digital harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik perhatian pemilih muda. Selain itu, pendidikan politik di akar rumput juga harus diperkuat,” tambahnya.
Sebagai solusi, Kausar menyarankan adanya pendekatan yang lebih partisipatif dalam penyelenggaraan pemilu. “Keterlibatan masyarakat bukan hanya saat pemilu, tapi juga dalam proses perencanaan kebijakan publik. Jika masyarakat merasa dilibatkan, mereka akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi,” pungkasnya.
Sementara itu, KPU Kota Bandar Lampung menargetkan tingkat partisipasi di Pilkada 2024 mencapai 75 persen.
“Data ini masih sementara, sampai nanti rekapitulasi tingkat kota. Tapi kalaupun ada penambahan, tidak banyak,” ujar Ketua KPU Bandar Lampung Arie Oktara.
Menurut Arie, rendahnya partisipasi bukan hanya terjadi di Bandar Lampung, tetapi secara nasional.
Bahkan secara nasional, tingkat partisipasi pemilih tidak mencapai 70 persen, di Jakarta hanya 58 persen, Sumatera Utara 55 persen.
“Tapi ini tetap dilakukan evaluasi, untuk pemilihan selanjutnya,” ujarnya. (Naz)