Bandar Lampung, (dinamik.id) – Cakupan Universal Health Coverage (UHC) Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) di Provinsi Lampung saat ini baru mencapai 24,5 persen. Artinya, dari sekitar 2,8 juta pekerja yang ada, hanya 687 ribu pekerja yang telah terlindungi oleh program ini.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumbagsel, Muhyidin, menyampaikan hal tersebut saat menyerahkan penghargaan Paritrana Award kepada Provinsi Lampung yang berlangsung di Gedung Balai Keratun pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Syukron Mukhtar, mengatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) perlu segera mengeluarkan instruksi kepada pengusaha untuk mengikutsertakan karyawan mereka dalam kepemilikan BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, fasilitas ini sangat penting untuk memberikan perlindungan bagi pekerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Untuk menghindari risiko yang tak terduga, kita harus memastikan para pekerja terlindungi. Kita tidak tahu apakah mereka sedang dalam kondisi keuangan yang baik saat menghadapi musibah atau sakit. BPJS Ketenagakerjaan bisa sangat membantu mereka di kemudian hari,” ujar Syukron Mukhtar ketika dimintai keterangan di DPRD Lampung, Rabu (13/8/2025).
Syukron juga menambahkan bahwa perlu ada upaya lebih dari pihak BPJS Ketenagakerjaan dan Disnaker untuk mendorong pekerja agar lebih proaktif dalam mendaftarkan diri.
“Saya rasa, Disnaker perlu lebih giat dalam mendorong pengusaha untuk memastikan seluruh pekerja mereka terdaftar dalam program ini” tambahnya.
Lebih lanjut, Syukron mengatakan bahwa pihaknya di DPRD akan mempelajari penyebab rendahnya tingkat partisipasi perusahaan dalam mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Dalam waktu dekat, kami akan mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Disnaker untuk mencari tahu mengapa partisipasi ini baru mencapai 24 persen,” ungkapnya.
Syukron juga menekankan pentingnya langkah-langkah yang lebih tegas untuk meningkatkan partisipasi dalam program ini.
“Sanksi adalah langkah terakhir. Sebelum itu, perlu ada surat edaran yang mengingatkan perusahaan. Jika ada perusahaan yang mengabaikan instruksi pemerintah, maka perlu ada teguran keras, baru kemudian diberikan sanksi” tutupnya. (ANG)