Bandar Lampung, (Dinamik.id) — Sejumlah pabrik tapioka di Lampung Utara memilih tutup, pasca diberlakukannya Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung tentang Tata Niaga Singkong, dengan ketetapan harga acuan pembelian (HAP) sebesar Rp1.350 per kilogram dan rafaksi maksimal 15 persen mulai 10 November 2025.
Ketua Pansus Tata Niaga Singkong sekaligus Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Partai Gerindra, Mikdar Ilyas, mengatakan bahwa saat ini hanya 1–2 pabrik yang beroperasi di wilayah Lampung Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Banyak pabrik tutup karena tidak mampu menyesuaikan harga. Akibatnya, petani kesulitan menjual singkong dan khawatir hasil panen tidak laku,” ujar Mikdar, Rabu (12/11/2025).
Mikdar menjelaskan, Pergub tersebut sejatinya bertujuan untuk memberikan kepastian harga bagi petani sekaligus menjaga stabilitas usaha bagi pengusaha. Namun, proses adaptasi di lapangan masih berjalan, terutama setelah kebijakan penghentian impor tepung tapioka dari luar negeri.
“Impor sudah dihentikan. Sekarang tinggal bagaimana pabrik-pabrik singkong di Lampung bisa bernegosiasi dengan perusahaan pengguna tepung agar harga jual tepung naik. Kalau harga tepung naik, otomatis harga singkong juga ikut naik. Dengan begitu, pabrik tidak rugi membeli singkong sesuai HAP,” jelasnya.
Menurut Mikdar, sejak munculnya polemik harga singkong, mayoritas petani di Lampung Utara kini beralih menanam jagung karena dianggap lebih menguntungkan.
“Perpindahan ke jagung ini besar-besaran. Hampir semua kecamatan di Sungkai sekarang menanam jagung. Tahun lalu luas tanam jagung hanya sekitar 1.200 hektare, sekarang melonjak menjadi sekitar 5.600 hektare,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, jika kondisi pabrik tapioka yang tutup terus berlanjut, maka industri singkong di Lampung bisa lumpuh total.
“Kalau pengusaha tetap bertahan dengan harga rendah dan tidak mau menaikkan harga tepung, lama-lama pabrik itu hanya akan jadi besi tua. Karena petani sudah enggan menanam singkong,” tegasnya.
Mikdar berharap Pemerintah Provinsi Lampung dan pihak perusahaan segera duduk bersama untuk mencari jalan tengah agar harga singkong tetap stabil, pabrik bisa bertahan, dan petani tidak terus dirugikan. (Amd)












