Bandar Lampung, (dinamik.id) — Seni tradisi menghadapi tantangan besar di era digital, terutama di kalangan mahasiswa yang lebih akrab dengan media sosial dan hiburan modern.
Untuk menghidupkan kembali minat mahasiswa terhadap budaya lokal, Universitas Saburai menggelar diskusi dan workshop Gambus Lunik, alat musik tradisi Lampung, pada 26-27 November 2025.
Ketua pelaksana diskusi dan workshop gambus lunik, Erwin Putubasai, menekankan pentingnya pelestarian seni tradisi.
Ia mengatakan bahwa seni tradisi adalah ekspresi budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi dalam suatu masyarakat, yang kemudian menjadi bagian dari identitas kelompok, suku atau bangsa.
“Melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII Bengkulu & Lampung, Kementrian Kebudayaan mendukung upaya pelestarian kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat penggiat budaya dan seni dengan berbagai bentuk kegiatan. dan saya memandang bahwa mahasiswa adalah lahan yang potensial dalam upaya pelestarian tersebut,” ujarnya, Minggu (23/11/2025).
Erwin menambahkan, di era digital, mahasiswa cenderung mengekspresikan diri melalui media sosial, konten kreatif, atau seni urban.
Mereka lebih tertarik pada musik modern, film internasional, atau konten digital yang dianggap lebih gaul dan relate dengan keseharian mereka.
Kondisi ini menyebabkan seni tradisi dianggap kuno, sulit dipahami, rumit, dan tidak praktis, sehingga panggung seni tradisi dikampus sangat jarang terlihat.
“Minat terhadap seni tradisi di kalangan mahasiswa menurun, akibatnya omunitas seni tradisi kesulitan merekrut anggota baru karena dianggap tidak menarik dibandingkan komunitas modern seperti band, dance cover, atau film,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Erwin mengungkapkan bahwa seni tradisi menghadapi tantangan besar di era kekinian. Upaya pelestarian tradisi harus berhadapan dengan stigma sebagai sesuatu yang kuno, tidak praktis, dan kurang diminati.
Namun, di balik itu, seni tradisi menyimpan kekayaan identitas bangsa yang berisiko hilang jika tidak ada upaya serius untuk menghidupkannya kembali.
Seni tradisi bisa dikemas ulang melalui live streaming, konten media sosial, atau kolaborasi dengan musik elektronik, sehingga mahasiswa melihat seni tradisi sebagai bagian dari dunia digital mereka.
“Seni tradisi perlu dijelaskan dengan cara yang sederhana. Cerita di balik tarian atau musik tradisi bisa dikaitkan dengan isu kekinian, yang relevan dengan kehidupan mereka. Memberikan ruang kepada mahasiswa yang aktif di media sosial untuk menjadi influencer yang dapat membantu memperluas jangkauan,” kata Erwin.
Sementara itu, Pembantu Rektor III bidang Kemahasiswaan Universitas Saburai, Agung AR Carapeboka, menegaskan pentingnya kegiatan workshop gambus lunik bagi generasi muda, khususnya mahasiswa.
“Untuk menghidupkan komunitas dan seni tradisi di kampus, saya memandang kegiatan diskusi yang mengusung tema Seni Tradisi dan Mahasiswa di Era Kekinian serta workshop Gambus lunik, sebagai alat musik tradisi warisan budaya lampung, perlu dilaksanakan di kampus Sabura,” ujar Agung.
Mahasiswa bukan hanya sekedar penonton, tetapi juga kreator yang menjadikan seni tradisi relevan di era digital, dan media massa adalah salah satu unsur yang dapat membuat informasi seni tradisi tersebut masif.
Diskusi dan workshop Gambus Lunik akan diikuti perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa Seni dari berbagai perguruan tinggi, antara lain Universitas Saburai, UBL, Polinela, UMITRA, Malahayati, Teknokrat, Darmajaya, Komunitas Selira, ITERA, dan Unila.
Narasumber kegiatan terdiri dari Ari Pahala Hutabarat (seniman & budayawan), Ahmad Bastari (wartawan senior), dan Editya Rio Wirawan (komposer), dengan moderator Alexander GB. Kegiatan akan berlangsung di Gedung Graha Universitas Saburai Lantai III pada tanggal 26-27 November 2025. (Amd)












