Bandar Lampung, (dinamik.id) — DPRD Kota Bandar Lampung mengelar sidang paripurna dalam pidato perdana wali kota Bandarlampung masa jabatan 2025-2030 pada Rabu, 5 Maret 2025.
Dalam pidatonya, Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, memaparkan sejumlah program prioritas lima tahun ke depan. Namun, isu pencegahan banjir yang menjadi perhatian masyarakat justru tidak masuk dalam agenda utama.
Tidak masuknya isu pencegahan banjir dalam program pemerintah lima tahun ke depan menggambarkan bahwa pemerintah tidak menganggap serius masalah banjir yang mengepung Kota Bandar Lampung hari ini.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi yang dirasakan oleh warga Bandar Lampung akibat banjir. Berdasarkan pemantauan tim Divisi Riset dan Pendidikan Lembaga Bantuan Hukum Dharma Loka Nusantara (LBH DLN), Ahmad Suban Rio menyatakan masyarakat Bandar Lampung masih dihantui dengan datangnya bencana banjir, menginat intensitas hujan hari ini masih cukup sering terjadi.
Ahmad Suban Rio, menyampaikan bahwa pemerintah semestinya mampu menangkap apa yang menjadi kegelisahan masyarakat hari ini.
“Hari ini kami melakukan peninjauan langsung kebeberapa lokasi banjir di Bandar Lampung, faktanya masyarakat kita masih dihantui dengan adanya banjir susulan, apalagi hari ini masih musim penghujan. Untuk itu, seharusnya pemerintah tidak boleh abai terhadap kegelisahan yang ada di masyarakat terkait masalah banjir ini. Kita sudah sama-sama tahu bahwa banjir sudah menjadi problem akut yang ada di Kota Bandar Lampung, sudah selayaknya pemerintah menjadikan masalah pencegahan banjir ini sebagai program prioritas,” ungkap Rio.
Selain itu, Rio menyampaikan fakta terkait kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat banjir. Berdasarkan informasi yang dihimpun LBH DLN, setiap kepala keluarga mengalami kerugian yang ditaksir berkisar antara Rp 2 Juta hingga 5 Juta akibat kerusakan barang elektronik dan perabotan rumah tangga.
Menyikapi hal tersebut, Rio menegaskan pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan pendataan terhadap kerugian yang dialami masyarakat dan berkewajiban untuk melakukan ganti rugi.
“Kalau kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, pemerintah berkewajiban untuk melindungi masyarakat dari dampak bencana, menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat yang terdampak bencana, serta melakukan mitigasi bencana. Kalau itu tidak dilakukan maka masyarakat punya hak untuk menuntut pemerintah atas dampak yang diakibatkan oleh bencana yang terjadi,” ungkapnya
Rio menyampaikan, bahwa banjir bukan terjadi semata-mata akibat curah hujan yang tinggi. Melainkan buruknya sistem drainase, irigasi serta lemahnya pengendalian dan upaya mitigasi bencana oleh pemerintah.
“Melihat kasus yang ada di Bandar Lampung, patut diduga terdapat kelalaian yang dilakukan pemerintah sehingga terjadi banjir. Bencana ini hampir terjadi setiap tahun, bahkan setiap tahunnya dampak yang diakibatkan semakin mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada upaya mitigasi yang serius oleh pemerintah Kota Bandar Lampung,” kata Rio.
Berkaitan dengan tindak lanjut dari peninjauan ini, Rio mengungkapkan bahwa LBH DLN akan melakukan pendataan yang lebih detail terkait kerugian yang dialami masyarakat, serta akan melakukan kajian mendalam terkait sebab-sebab yang mengakibatkan banjir. Setelah semua data yang dibutuhkan tercukupi, mereka akan menempuh jalur hukum untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah Kota Bandar Lampung.
“Selanjutnya kami akan melakukan pendataan yang lebih detail terkait dengan kerugian yang dialami masyarakat, serta akan membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang mengalami kerugian akibat banjir. Setelah itu, kita akan melayangkan gugatan kepada pemerintah Kota Bandar Lampung untuk melakukan penyelesaian terhadap masalah banjir ini,” pungkasnya. (Amd)