Oleh: Edy Sudrajat (Pengamat dan Praktisi Desa)
Pelibatan Pendamping Desa dalam program Koperasi Merah Putih yang digagas Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) di bawah komando Budi Arie Setiadi memunculkan pertanyaan mendasar: benarkah ini bentuk kolaborasi antara kementerian, atau justru pemanfaatan sumber daya manusia yang tak dibayar namun disuruh kerja ekstra?
Realitas di lapangan menunjukkan, para pendamping desa yang merupakan bagian dari program Kementerian Desa, kini harus memikul tugas tambahan mendampingi pembentukan dan penguatan koperasi di desa-desa. Yang mengherankan, tugas tambahan itu datang bukan dari kementerian yang menggaji dan membina mereka secara struktural.
Bahasa “kolaborasi” yang digaungkan oleh KemenKopUKM terdengar manis. Namun jika ditelisik lebih dalam, yang terjadi adalah pola top-down klasik: menteri membuat program di pusat, lalu beban kerja dialihkan ke ujung tombak yang sudah sibuk dengan seabrek program lain. Ironisnya, tidak ada tambahan pendapatan, insentif, atau pelatihan intensif bagi para pendamping tersebut.
Program Koperasi Merah Putih semestinya menjadi tonggak penguatan ekonomi kerakyatan. Tapi jika pondasi pelaksananya rapuh dengan sistem pendampingan yang hanya menumpang struktur kementerian lain, apa yang bisa diharapkan? Koperasi tidak akan kuat jika dibangun di atas keringat yang tak dihargai.
Jika Menteri Budi Arie benar-benar ingin menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, maka bangunlah ekosistemnya secara utuh. Rekrut pendamping koperasi yang berdedikasi, alokasikan anggaran pelatihan, dan jangan limpahkan tanggung jawab ke kementerian lain seolah-olah itu bentuk sinergi. Itu bukan sinergi. Itu akal-akalan.
Masyarakat perdesaan bukan ladang proyek yang bisa dieksploitasi demi angka dan narasi keberhasilan. Pendamping desa bukan mesin serba bisa yang bisa terus disuruh tanpa diberi apa-apa. Kalau niatnya sungguh untuk membangun ekonomi rakyat, hargai dulu para pejuang lapangan yang membuat program itu mungkin untuk dijalankan.
Jika tidak, maka Koperasi Merah Putih tak lebih dari slogan indah tanpa pijakan, dan Menteri Koperasi tak lebih dari penumpang di atas kerja keras orang lain.