Oleh: Dr. Edarwan, SE, MSi
Widyaiswara Ahli Utama BPSDM Lampung
KASUS maskot Pilkada Bandar Lampung yang menggunakan gambar monyet berpakaian adat Lampung telah memicu kontroversi dan reaksi keras dari masyarakat adat.
Analisis ini mengkaji kasus secara komprehensif dengan mengintegrasikan perspektif budaya, sosiologi, psikologi sosial, legal formal, dan kepemimpinan pejabat publik KPU.
1. Dimensi Budaya dan Sosiologi
Aspek Budaya
Penggunaan monyet dengan pakaian adat sebagai maskot Pilkada Bandar Lampung dianggap tidak terhormat dalam budaya Lampung dan merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai budaya serta simbolisme yang sakral bagi masyarakat Lampung. KPU tidak berkonsultasi dengan tokoh adat dan masyarakat sebelum memilih maskot, menunjukkan kurangnya pemahaman dan sensitivitas terhadap budaya lokal.
Aspek Sosiologis
Kasus ini mencerminkan ketegangan antara budaya lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat adat dan sistem politik modern yang diwakili oleh KPU.
Peristiwa ini memperkuat perasaan terpinggirkan dan kurang dihargai yang dirasakan masyarakat adat dalam konteks politik dan pengambilan keputusan.
Lambatnya proses investigasi dan penyelesaian kasus oleh pihak berwenang semakin memperparah rasa frustrasi dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
2. Dimensi Psikologi Sosial dan Legal Formal
Aspek Psikologi Sosial
Masyarakat adat merasa terluka dan marah karena simbol budaya mereka dihina, memicu reaksi emosional yang kuat dan rasa solidaritas untuk melindungi budaya mereka.
Bagi sebagian masyarakat adat, monyet memiliki konotasi negatif dan stigmatisasi, sehingga penggunaan simbol ini dalam konteks Pilkada dapat memicu trauma dan memperparah perasaan terpinggirkan.
Masyarakat kecewa dengan KPU atas kurangnya sensitivitas dan rasa hormat terhadap budaya mereka, memicu krisis kepercayaan terhadap institusi pemerintah.
Aspek Legal Formal
Beberapa pihak berpendapat bahwa tindakan KPU dapat dikategorikan sebagai penistaan budaya, yang merupakan pelanggaran hukum.
Kurangnya regulasi yang jelas dan tegas terkait penggunaan simbol budaya dalam kegiatan politik dan publik menjadi celah bagi pelanggaran budaya seperti yang terjadi dalam kasus ini.
3. Peranan Kepemimpinan Pejabat Publik KPU
Ketua KPU bertanggung jawab penuh atas seluruh kebijakan dan keputusan, termasuk pemilihan maskot Pilkada. Anggota komisioner memberikan masukan dan saran kepada ketua KPU dalam pengambilan keputusan.
Sekretaris KPU membantu tugas-tugas ketua dan anggota dalam melaksanakan kebijakan dan keputusan KPU. Kepemimpinan harus didasarkan pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi serta memiliki pemahaman dan kepekaan terhadap budaya lokal, termasuk nilai-nilai, simbol, dan tradisi masyarakat adat.
Pemimpin harus melakukan konsultasi dan melibatkan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan, khususnya terkait hal-hal yang sensitif secara budaya.
Membangun komunikasi yang terbuka dan transparan dengan masyarakat serta menjelaskan alasan di balik keputusan yang diambil, dan responsif terhadap masukan dan keluhan masyarakat.
Strategi Solusi
Kasus maskot monyet Pilkada Bandar Lampung yang menyinggung nilai-nilai budaya lokal masih belum menunjukkan solusi konkret dari KPU. Pendekatan terhadap tokoh adat menjadi kunci penting dalam menyelesaikan kasus ini secara damai dan efektif. Berikut beberapa strategi yang dapat diimplementasikan:
1. Inisiatif Dialog dan Komunikasi
KPU Bandar Lampung harus mengambil langkah proaktif untuk membuka dialog dan komunikasi dengan tokoh adat Lampung yang tepat dan kompeten.
Hal ini menunjukkan itikad baik dan keseriusan dalam menyelesaikan masalah ini. Untuk membangun rasa hormat, dialog harus dilakukan dengan penuh rasa hormat dan penghargaan terhadap budaya dan tradisi Lampung.
Perlu menunjukkan bahwa mereka memahami dan menghargai nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat adat serta mendengarkan dengan seksama aspirasi dan keluhan dari tokoh adat terkait penggunaan maskot monyet.
Dialog harus difokuskan pada pencarian solusi bersama yang dapat diterima oleh semua pihak, serta menunjukkan fleksibilitas dan kemauan untuk berkompromi demi mencapai solusi yang adil dan bijaksana.
2. Melibatkan Mediator Independen
Melibatkan mediator independen yang netral dan dipercaya oleh kedua pihak dapat membantu memperlancar proses dialog dan mediasi. Mediator dapat membantu kedua pihak untuk menemukan titik temu dan mencapai kesepakatan.
Mediator harus membangun kepercayaan dari kedua pihak dengan menunjukkan objektivitas dan profesionalisme mereka. Mediator harus mampu memahami budaya dan tradisi Lampung serta memahami isu-isu yang dihadapi oleh KPU.
Harus memfasilitasi komunikasi yang terbuka dan konstruktif antara kpu dan tokoh adat, membantu kedua pihak untuk mengungkapkan pendapat dan pemikiran mereka dengan jelas dan terstruktur, serta membantu kedua pihak untuk mencari solusi kreatif yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.
3. Memperkuat Peran Lembaga Adat
Melibatkan lembaga adat Lampung dalam proses pengambilan keputusan terkait penggunaan simbol budaya dalam kampanye politik menunjukkan bahwa KPU menghormati dan menghargai peran lembaga adat dalam menjaga nilai-nilai budaya lokal.
Meminta saran dan masukan dari lembaga adat terkait penggunaan simbol budaya yang etis dan bertanggung jawab. Lembaga adat dapat memberikan panduan dan arahan yang sesuai dengan budaya dan tradisi Lampung.
KPU dan lembaga adat dapat membangun kerja sama dalam edukasi publik tentang pentingnya menghormati nilai-nilai budaya lokal untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
4. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas
KPU harus membuka informasi kepada publik tentang proses dialog dan mediasi dengan tokoh adat, menunjukkan bahwa KPU transparan dan akuntabel dalam menyelesaikan masalah ini.
Melibatkan media massa untuk menyampaikan informasi tentang proses dialog dan mediasi kepada masyarakat luas, membantu meningkatkan pemahaman publik tentang masalah ini dan membangun kepercayaan terhadap KPU.
Membuat laporan berkala tentang perkembangan penyelesaian kasus ini kepada masyarakat luas menunjukkan komitmen KPU untuk menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan efektif.
Kesimpulan
Dengan menerapkan strategi-strategi di atas, diharapkan kasus maskot monyet Pilkada Bandar Lampung dapat diselesaikan secara damai dan efektif.
Pendekatan terhadap tokoh adat dan lembaga adat menjadi kunci penting dalam membangun kepercayaan dan mencapai solusi yang diterima oleh semua pihak.
Penting untuk diingat bahwa kunci utama dalam menyelesaikan kasus ini adalah komunikasi yang terbuka, saling menghormati, dan mencari solusi bersama.
Penulis : Dr Edarwan
Editor : Ahlun