Bandar Lampung (dinamik.id) – Ikatan Pengabdian Hukum Indonesia (IKABH) Provinsi Lampung membantah pernyataan Direktur Rumah Sakit Umum Mitra Mulia Husada (RSU MMH) Lampung Tengah terkait dugaan kelalaian pelayanan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.
Sebelumnya, diberitakan bahwa RSU MMH Lampung Tengah dinilai tidak memberikan pelayanan yang baik terhadap pasien bernama Sutiyem, warga Desa Kampung Deras, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan.
Terkait hal itu, Direktur RSU MMH pada Sabtu, 22 Juni 2024 memberikan pernyataan dan mengklaim bahwa mekanisme pelayanan terhadap pasien Sutiyem sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
Kepala Operasional IKABH, Meydi M. Putra mengungkapkan bahwa Direktur RSU MMH berupaya mengaburkan fakta yang terjadi terkait dugaan kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
“Pernyataan Direktur RSU MMH ihwal kondisi oksigen yang digunakan istri klien kami sudah sesuai SOP tidaklah berdasar dan ditujukan untuk mengaburkan fakta, karena yang sesungguhnya terjadi, tenaga kesehatan RSU MMH tidak menerapkan standar profesi perawat sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/425/2020 tentang Standar Profesi Perawat,” ujar Meydi dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Meydi, seharusnya berdasarkan standar profesi perawat, seorang perawat mesti memprioritaskan kepentingan klien dalam pemberian layanan kesehatan serta harus menunjukkan sikap empati dan kepedulian dalam pemberian pelayanan kesehatan. Hal tersebut tertuang dalam Kemenkes Nomor HK.01.07/MENKES/425/2020 tentang Standar Profesi Perawat.
“Alih-alih memprioritaskan, menunjukkan rasa empati, dan kepedulian terhadap istri klien kami, justru tenaga kesehatan RSU MMH tidak mempedulikan peringatan dari keluarga klien kami mengenai isi tabung oksigen yang digunakan istri klien kami serta tidak pula membawa tabung oksigen cadangan, yang menyebabkan istri klien kami kehabisan oksigen dan meninggal dunia,” ujarnya pada Senin, 1 Juli 2024.
Meydi menambahkan, jika tabung oksigen yang digunakan oleh istri kliennya sudah sesuai SOP, seharusnya tabung oksigen tersebut tidak habis setelah dilakukan CT-Scan di RS YMC Lampung Tengah.
“Kalau sesuai SOP, seharusnya tabung oksigen itu cukup untuk membawa istri klien kami ke RS YMC hingga kembali lagi ke RSU MMH. Namun nyatanya tidak. Tabung oksigen habis saat istri klien kami keluar dari ruangan CT-Scan dan itu disaksikan oleh keluarga klien kami, sopir ambulans, dan juga tenaga kesehatan RS YMC. Lantas, apakah tindakan yang demikian dapat dikatakan sebagai sesuatu yang sesuai dengan SOP? Tentu pernyataan sesuai SOP tidaklah berdasar sama sekali,” ungkap Meydi dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, pernyataan Direktur RSU MMH mengenai istri klien kami yang meninggal dunia karena mengalami pemburukan dan tidak ada sangkut pautnya dengan tabung oksigen justru berbanding terbalik dengan fakta yang dialami oleh klien kami.
“Faktanya, klien kami justru diberikan surat undangan mediasi tertanggal 12 April 2024 oleh RSU MMH untuk membahas kejadian yang menimpa istri klien kami. Tentu apabila tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan RSU MMH sudah sesuai SOP dan klien kami dianggap meninggal dunia dalam keadaan wajar, tidak perlu diundang untuk bermediasi. Ditambah lagi pihak rumah sakit juga menyampaikan permohonan maaf ke klien kami. Permohonan maaf dan surat undangan mediasi itu justru membantah pernyataan Direktur RSU MMH,” papar Meydi, kuasa hukum keluarga pasien.
Selain menolak klaim tersebut, Meydi menyatakan bahwa keluarga pasien telah membuat laporan kepolisian ke Polres Lampung Tengah dengan Nomor: LP:B/117/V/2024/SPKT/POLRES LAMTENG/POLDA LAMPUNG tanggal 7 Mei 2024. Pihaknya juga telah menyerahkan bukti-bukti pendukung kepada aparat penegak hukum agar persoalan ini menjadi terang.
Pihaknya juga telah mengajukan surat pengaduan dan permohonan audiensi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan RSU MMH Lampung Tengah.
“Selaku kuasa hukum, kami melihat persoalan yang menimpa istri klien tidak menutup kemungkinan juga diderita oleh orang lain. Ini seperti fenomena gunung es, di mana hanya sebagian kecil permasalahan yang nampak ke permukaan, namun kemungkinan besar hal-hal yang terjadi pada klien kami juga diderita oleh pengguna layanan kesehatan lain di RSU MMH. Hal ini didasari pada penelusuran kami yang mendapati beberapa persoalan yang mencuat ke permukaan melalui media massa,” tutup Meydi. (Mufid)