Kesunyian di Ruang Keadilan Kota Bandar Lampung

Sabtu, 2 November 2024 - 12:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bandar Lampung – Kasus kekerasan di Bandar Lampung kembali menjadi cermin buram bagi penegakan hukum di kota ini. Keadilan yang dijanjikan terasa semakin menjauh, meninggalkan jejak luka, ketidakpastian, dan kekecewaan mendalam bagi para korban yang hingga kini masih menanti titik terang.

Penganiayaan Brutal di Jalan Raya

Sebuah rekaman CCTV yang menghebohkan publik memperlihatkan detik-detik mencekam ketika seorang mahasiswa UIN Raden Intan Lampung, AHA (21), dianiaya tanpa ampun oleh dua pria di tengah jalan. Peristiwa tragis ini terjadi di depan Klinik Kedaton Medical Centre pada 15 Oktober 2024, ketika AHA, yang sedang mengendarai sepeda motor bersama temannya, secara tidak sengaja menyerempet sebuah mobil Daihatsu Terios hitam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apa yang seharusnya menjadi kecelakaan kecil, berubah menjadi drama penuh kekerasan. Dua pria, tanpa ampun, keluar dari mobil dan menyerang AHA. Pukulan demi pukulan dilayangkan hingga mahasiswa tak berdaya itu terjatuh dari motornya. Dengan wajah berlumuran darah, AHA hanya bisa pasrah menerima amukan liar dari pelaku yang tampak tak terhentikan, meskipun seorang pria berseragam sempat mencoba menenangkan situasi.

Luka fisik AHA mungkin bisa sembuh, namun luka batin yang ditinggalkan oleh ketidakadilan ini terus menganga. Kasus ini seolah berjalan di tempat, meninggalkan pertanyaan besar: di mana keadilan?

Baca Juga :  Netralitas ASN di Pilkada Lampung

Intimidasi di Ruang Pleno, Sunyi di Ruang Keadilan

Tak hanya itu, kasus lain yang tak kalah mencengangkan juga mencuat dari Rapat Pleno Terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Swiss-Belhotel, Bandar Lampung, 20 September 2024. Ahmad Mufid, seorang wartawan media online, menghadapi tindakan intimidatif dan kekerasan dari seorang anggota Panitia Pemilih Kecamatan (PPK) yang tak segan menantangnya berduel.

Kejadian yang bermula dari ketegangan terkait redaksi berita acara Bawaslu itu memuncak hingga Mufid didorong secara fisik. Meski insiden ini telah dilaporkan secara resmi ke Polresta Bandar Lampung, nasibnya tak jauh berbeda dengan kasus penganiayaan AHA—berjalan tanpa kejelasan, berharap tanpa kepastian.

Kendati mediasi sempat diupayakan, upaya tersebut kandas tanpa hasil. Kini, Mufid hanya bisa menunggu keadilan yang terasa semakin mengabur di balik tumpukan laporan yang belum tersentuh.

Tangisan Keadilan di Balik Jaminan Uang dan Sertifikat Tanah

Semakin diperparah lagu, Sebuah kisah penuh luka dan pergulatan keadilan tengah menyelimuti Kota Bandar Lampung. FZ, seorang guru di salah satu sekolah dasar (SD) swasta, kini menghadapi dugaan pencabulan terhadap muridnya.

Kasus ini telah menempatkan FZ sebagai tersangka, namun yang menjadi sorotan adalah keputusan polisi untuk tidak menahan FZ, meskipun tuduhan yang dihadapinya sangat serius dan menyita perhatian publik.

Baca Juga :  Sat Samapta Polres Lampung Tengah Patroli Guna Mencegah Penyalahgunaan Distribusi BBM

FZ yang dijadikan tersangka pada Sabtu (19/10) lalu, berhasil mendapatkan penangguhan penahanan. Penangguhan tersebut diberikan berdasarkan jaminan keluarga yang mencakup uang sebesar Rp50 juta dan sertifikat tanah milik kakak kandung FZ.

Penangguhan ini menjadi kontroversi di tengah masyarakat yang mendambakan keadilan cepat dan tegas atas dugaan tindak pidana yang mengoyak kepercayaan pada lingkungan pendidikan.

Meski begitu, banyak pihak mempertanyakan langkah ini. Masyarakat mendesak agar hukum ditegakkan tanpa memandang status atau pengaruh tersangka, tak hanya menuntut keadilan bagi korban, tetapi juga menantikan kepastian bahwa hukum tetap berjalan untuk melindungi hak-hak anak.

Bandar Lampung dalam Bayang-Bayang Ketidakadilan

Catatan kasus ini adalah bukti nyata betapa lambannya penegakan hukum di Bandar Lampung. Para korban dibiarkan meratap dalam sunyi, sementara pelaku bebas melenggang tanpa hukuman. Di tengah deretan laporan yang menumpuk, harapan para korban akan keadilan seolah terbuang dalam ketidakpastian yang menyiksa.

Di manakah janji keadilan yang seharusnya melindungi setiap warganya? Keadilan yang tertunda ini bukan hanya sekadar masalah hukum, tetapi pertaruhan kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum di Bandar Lampung.

Penulis : Ahlun Nazar

Berita Terkait

Ansor Minta Kompolnas Dorong Polda Mengungkap Pembunuh Kader Fatayat
Kader Banteng Adukan Akun Medsos Yang Diduga Lecehkan Bung Karno
Kejari Mesuji Terima Pengembalian Kerugian Negara, Kasus Korupsi Mantan Kades Muamar
Polresta Bandar Lampung Bekuk Penganiaya Mahasiswa UIN Raden Intan
Badko HMI Sumbagsel Desak Kejagung Tuntaskan Kasus Mafia Impor Gula
Kritik Meluas, Putusan Mardani Maming Dinilai Cacat Hukum
Kejagung Sita Uang Rp920 Miliar dari Rumah Eks Pejabat MA Zarof Ricar, Makelar Kasus Ronald Tannur
Desakan Menguat! Seruan Aksi Kawal Proses Hukum Penganiayaan Mahasiswa di Lampung
Berita ini 100 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 19 November 2024 - 13:58 WIB

Ansor Minta Kompolnas Dorong Polda Mengungkap Pembunuh Kader Fatayat

Sabtu, 16 November 2024 - 00:06 WIB

Kader Banteng Adukan Akun Medsos Yang Diduga Lecehkan Bung Karno

Selasa, 12 November 2024 - 12:56 WIB

Kejari Mesuji Terima Pengembalian Kerugian Negara, Kasus Korupsi Mantan Kades Muamar

Jumat, 8 November 2024 - 09:57 WIB

Polresta Bandar Lampung Bekuk Penganiaya Mahasiswa UIN Raden Intan

Sabtu, 2 November 2024 - 12:00 WIB

Kesunyian di Ruang Keadilan Kota Bandar Lampung

Berita Terbaru

Bandar Lampung

KPU Gagal, Partisipasi Pemilih Dinilai Rendah

Kamis, 5 Des 2024 - 15:05 WIB