TULANGBAWANG BARAT–Pembangunan infrastruktur jalan yang menjadi prioritas Pemerintah Provinsi Lampung di Kabupaten Tulangbawang, tepatnya ruas jalan Panaragan, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), menuju Desa Tegal Mukti dan Tajab, Kabupaten Way Kanan, diduga dikerjakan asal-asalan.
Satuan kerja terkait dan pihak Kejaksaan diminta untuk memantau ketat pelaksanaan apalagi diduga kuat terjadi mark up dalam pelaksanaannya.
Pasalnya dari pantauan di lapangan, proyek senilai Rp29 miliar lebih itu, panjang jalan yang dikerjakan diperkirakan tidak sampai 4.000 meter dan kualitas hasil pekerjaan yang diragukan.
Dari penelusuran di LPSE, pekerjaan berupa pengaspalan hotmix, timbunan batu base di titik tertentu, dan pembangunan drainase itu merupakan program Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung. Lokasinya terbagi di tiga titik, yaitu di Desa Panaragan (Tubaba) serta dua titik di Desa Tegal Mukti (Way Kanan).
Paket pertama di Desa Panaragan dikerjakan oleh CV. Sinar Alam Perkasa dengan nomor kontrak 03/KTR/PPK-K.15/JLN.087/V.03/III/2025 senilai Rp14,5 miliar.
Paket kedua, ruas Tegal Mukti–Tajab, dilaksanakan oleh CV. Rosen Construction dengan nomor kontrak 01/KTR/PPK-K.11/JLN-088/V.03/III/2025 senilai Rp14,6 miliar lebih.
Pantauan media di lapangan, panjang jalan di Desa Panaragan hanya sekitar 1.800 meter. Di Desa Tegal Mukti, titik pertama di perbatasan Panaragan–Tegal Mukti hanya 267 meter. Sedangkan titik kedua di kawasan perkebunan tebu sekitar 1.700 meter. Total keseluruhan diperkirakan di bawah 4 km.
Tak hanya itu, Ketua BPT Panaragan Edi Yanto menyebut dua paket proyek ini diduga dikuasai satu orang pengusaha, namun menggunakan dua badan hukum berbeda.
“Kalau tidak salah, proyek yang di Panaragan dan Tegal Mukti itu pemiliknya sama, hanya beda perusahaan saja. Yang punyanya ibu Sunariyah,” kata Ketua BPT Panaragan, Edi Yanto, Sabtu (9/8/2025).
Edi juga menyoroti kualitas konstruksi drainase yang dinilai jauh dari standar.
“Biasanya pondasi drainase bawah 30 cm, ke atas juga 30 cm, dan lantai drainase diberi batu. Tapi ini hanya semen tipis. Satu mobil pasir dibagi dua, dan masing-masing cuma dikasih semen 2–3 sak,” ungkapnya.
Pernyataan senada datang dari pekerja asal Pringsewu, Oki Erlangga, yang mengaku hanya mengikuti instruksi mandor tanpa memahami spesifikasi teknis.
“Material drainase yang saya kerjakan hanya 5 angkong pasir, satu sak semen, dan batu bersandar di dinding tanah talud,” ucapnya.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, pihak kontraktor pelaksana, pengawas teknis, maupun Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung belum berhasil dikonfirmasi terkait dugaan mark-up dan kualitas pekerjaan tersebut. (RSD)